Analisis Cerpen “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen dengan Teori Behaviorisme
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Karya sastra merupakan hasil cipta manusia/ sastrawan. Ada banyak hal yang dapat kita temukan dalam karya sastra. Hal-hal tersebut tentunya dapat kita ketahui dengan cara menelaah karya sastra lebih dalam lagi artinya bukan hanya membaca saja. Untuk mengetahui apa yang ada dalam karya sastra telah lahir berabagai macam teori sastra yang dapat digunakan untuk menelaah atau memahai karya sastra. Salah satunya yaitu psikologi sastra.
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan (Minderop, 2011:54). Telaah psikologi sastra mencerminkan psikologis dalam diri para tokoh dalam cerita yang disajikan pengarang dengan sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah turut merasakan dirinya terlibat dalam cerita karena daya tarik psikologi sastra adalah masalah manusia yang melukiskan potret jiwa.
Di dalam psikologi, terdapat tiga pendekatan modern yang dapa digunakan untuk mengkaji kepribadian tokoh dalam karya sastra yaitu psikoanalisis, behavioristik, dan psikologi humanistik. Namun di dalam penelitian ini hanya satu pendekatan saja, yaitu psikologi behavioristik.
Pendekatan behavioristik ini memandang prilaku manusia sebagai respon yang akan muncul jika ada stimulasi dari lingkungannya. Dengan demikian, manusia dipandang sebagai produk lingkungan sehingga dapat menjadi jahat, beriman, penurut,berpengalaman, kolot, dan sebagainya. Behaviorisme tidak mau mempersoalkan apakah manusia baik atau jelek, rasional atau emosional; behaviorisme hanya ingin mengetahui bagaimana perilakunya dikendalikan oleh faktor-faktor lingkungan.
Agar kita mengetahui lebih dalam mengenai pendekatan behavioristik, maka penulis akan menerapkan konsep pendekatabehavioristik ini pada cerpen yang berjudul “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen. Jadi, dalam makalah ini akan dibahas mengenai bagaimana psikologi behavioristik pada tokoh “Aku” pada cerpen yang berjudul “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
- Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang menjadi pokok bahasan dalam makalah ini yaitu bagaimana psikologi behavioristik tokoh “Aku” pada kumpulan cerpen Putut EA yang berjudul “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
- Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini yaitu agar kita mengetahui bagaimana psikologi behavioristik tokoh “Aku” pada cerpen yang berjudul “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
- Manfaat
- Manfaat Teoritis
Secara teoritis, manfaat dari makalah ini diharapkan dapat dijadikan acuan tambahan dan sumbangan bagi perkembangan ilmu sastra. Terutama untuk menambah wawasan mengenai kajian terhadap psikologi sastra yaitu mengenai analisis cerpen dengan menggunakan pendekatan behavioristik.
- Manfaat Praktis
Adapun manfaat praktis dari makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita terhadap ilmu sastra dan dapat menjadi pedoman atau acuan pada penulisan makalah yang berkaitan dengan analisis cerpen dengan menggunakan pendekatan behavioristik selanjutnya.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Psikologi Sastra
Psikologi adalah ilmu yang menyelidiki dan mempelajari tingkah laku manusia (Atkinson dalam Minderop, 2011:3). Hal ini sejalan dengan Watson (dalam Ahmadi, 2009:3) yang memandang psikologi sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tingkah laku yang tampak (lahiriah) dengan menggunakan metode observasi yang objektif terhadap rangsangan jawaban (respons).
Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan proses dan aktivitas kejiwaan (Minderop, 2011:54). Telaah psikologi sastra mencerminkan psikologis dalam diri para tokoh dalam cerita yang disajikan pengarang sedemikian rupa sehingga pembaca seolah-olah turut merasakan dirinya terlibat dalam cerita karena daya tarik psikologi sastra adalah masalah manusia yang melukiskan potret jiwa. Mempelajari psikologi sastra sama halnya dengan mempelajari manusia dari sisi dalam.
2.2 Pendekatan Behavioral
Pendekatan behavioral berpijak pada anggapan, bahwa keperibadian manusia adalah hasil bentukan dari lingkungan tempat ia berada. Tidak seperti anggapan psikologi kognitif yang menganggap sebaliknya, yakni keperibadian manusia dianggap dibentuk oleh factor pembawaannya (agen internal). Dengan pendekatan ini pendekatan behavioral mengabaikan factor pembawaan manusia yang dibawa sejak lahir, seperti perasaan, insting, kecerdasan, bakat, dan lain-lain. Dengan anggapan ini manusia dianggap sebagai produk lingkungan. Sehingga, manusia menjadi jahat, beriman, penurut, berpandangan kolot, ekstrim adalah dari bentukan lingkungannya.
Berdasarkan anggapan di atas perilaku manusia disikapi sebagai RESPON, yang akan muncul kalau ada STIMULUS tertentu yang berupa lingkungan. Sehingga perilaku manusia dipandangnya selalu dalam bentuk hubungan.
STIMULUS RESPON
Karena, suatu stimulus tertentu akan memunculkan perilaku tertentu pula pada manusia.
Pendekatan ini dalam psikologi pertama kali diperkenalkan oleh Ivan Pavlov yang terkenal dengan anjing percobaannya, yang kemudian disempurnakan oleh Skinner. Berkenaan dengan masalah stimulus di atas, Skinner membagi dua macam stimulus, yakni: (1). stimulus tak berkondisi yakni stimulus yang bersifat alami, seperti rasa lapar, rasa haus yang sudah dialami manausia sejak lahir dan bersifat tetap, dan (2). stimulus berkondisi yakni stimulus yang ada sebagai hasil manipulasi, atau stimulus yang dapat dibentuk oleh manusia dengan harapan untuk menghasilkan perilaku tertentu yang diharapkannya. Misalnya : orang tua yang secara ajeg memberikan pujian terhadap putranya setiap kali menunjukkan perilaku yang positif dengan harapan agar perilaku tersebut diulang oleh si anak, seorang istri yang terus berusaha memelihara kemontokan dan kesintalan tubuhnya dengan harapan agar suaminya tidak tertarik dengan wanita lain, dan sebagainya.
Berdasarkan macam stimulus tersebut, Skinner membagi perilaku (respon) manusia menjadi dua kelompok pula, yakni: (1) perilaku tak berkondisi, yakni perilaku yang bersifat alami, yang terbentuk dari stimulus tak berkondisi. Misalnya orang inggin makan begitu merasa lapar, ingin minum begitu merasa haus, menghindar ke tempat teduh begitu merasakan panas dari sengatan matahari, dan sebagainya. Sedangkan (2) perilaku berkondisi, yakni perilaku yang muncul sebagai reson atas stimulus berkondisi. Sebagai contoh, sang suami menjadi krasan di rumah karena mendapat perhatian penuh dari istrinya, atau suka melihat kemontokan dan kesintalan istrinya. Perilaku kondisi ini ada dua macam, yakni (a) perilaku yang muncul dari stimulus yang bersifat ajeg, misalnya seorang anak yang menjadi rajin belajar karena selalu mendapatkan pujian ketika mendapat nilai baik; dan (b) perilaku takhyul yang terbentuk dari stimulus yang diberikan secara kebetulan, misalnya seorang pemborong yang mengalami erugian karena lupa tidak menanam kepala kambing sebelumnya akan percaya bahwa penanaman kepala kambing tersebut akan dapat mendatangkan keuntungan kepada usahanya. Perilaku ini sering disebut perilaku spekulatif, seperti yang banyak diperlihatkan oleh para penjudi.
BAGAN 2 : HUBUNGAN ANTARA STIMULUS DAN RESPON
Untuk menghasilkan perilaku yang diharapkan, Skinnermemberikan beberapa prinsip pembentukan (pemberian) stimulus, yaitu (1) positif, (2) ajeg, dan (3) berjarak. Positif, karena stimulus yang bersifat negatif sering menimbulkan perilaku yang justru sebaliknya. Misalnya hukuman, dengan hukuman orang menjadi mendendam, atau berperiaku sesuai dengan yang diharapkan hanya karena terpaksa, atau takut. Ajeg, karena stimulus yang tidak diberikan secara ajeg tidak dapat berfungsi secara optimal, dan cenderung membuat orang kebal terhadap stimulus. Berjarak, karena kalu diberikan terlalu sering akan banyak menuntut biaya itulah sebabnya stimulus harus dirancang secara tepat pada jarak pemberiannya.
2.2 Cerpen
2.2.1 Pengertian Cerpen
- Bakar Hamid dalam tulisan “Pengertian Cerpen” berpendapat bahwa yang disebut cerita pendek itu harus dilihat dari kuantitas, yaitu banyaknya perkataan yang dipakai: antara 500-20.000 kata, adanya satu plot, adanya satu watak, dan adanya satu kesan. Cerita pendek atau sering disingkat sebagai cerpen adalah salah satu bentuk prosa naratif fiktif. Cerita pendek cenderung padat dan langsung pada tujuannya dibandingkan karya-karya fiksi yang lebih panjang, seperti novel. Karena singkatnya, cerita-cerita pendek yang sukses mengandalkan teknik-teknik sastra seperti tokoh, plot, tema, bahasa dan insightsecara lebih luas dibandingkan dengan fiksi yang lebih panjang. Sedangkan Menurut Sumardjo dan Saini Cerpen atau cerita pendek adalah cerita atau narasi fiktif yang dibuat relatif singkat atau pendek.
2.2.2 Ciri-Ciri Cerpen
Ciri-ciri cerita pendek menurut pendapat Sumarjo dan Saini adalah sebagai berikut:
- Ceritanya pendek ;
- Bersifat rekaan (fiction) ;
- Bersifat naratif ; dan
- Memiliki kesan tunggal.
Pendapat lain mengenai ciri-ciri cerita pendek di kemukakan pula oleh Lubis sebagai berikut :
- Cerita Pendek harus mengandung interprestasi pengarang tentang konsepsinya mengenai kehidupan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
- Dalam sebuah cerita pendek sebuah insiden yang terutama menguasai jalan cerita.
- Cerita pendek harus mempunyai seorang yang menjadi pelaku atau tokoh utama.
- Cerita pendek harus satu efek atau kesan yang menarik.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Menurut Ratna, penelitian kualitatif disebut juga dengan metode pemahaman atau verstehen (Hudayat, 2007: 22). Selain itu, Ratna (2012: 46-47) juga menjelaskan metode kualitatif memanfaatkan cara-cara penafsiran dengan menyajikannya dalam bentuk deskripsi. Dalam ilmu Sastra, karya dan naskah adalah data penelitiannya sedangkan data formalnya adalah kata-kata, kalimat, dan wacana.
Selain itu, Ratna (2012: 47-48) juga menguraikan ciri-ciri terpenting metode kualitatif. Ciri-ciri yang dimaksud adalah:
- memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek, yaitu sebagai studi kultural;
- lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah;
- tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrumen utama sehingga terjadi interaksi langsung di antaranya;
- desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.
- penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.
Disebut penelitian kualitatif karena data dalam penelitian ini berupa kata-kata tertulis, dan dalam laporan penelitian ini akan berupa kutipan-kutipan yang memberikan gambaran objek berdasarkan masalah yang diteliti yaitu mengenai bagaimana pikiran dan perilaku tokoh utama dalam cerpen “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif. Metode deskriftif adalah suatu metodedalam meneliti status sekelompok manusia atau objek, suatu set kondisi, atau system pikiran maupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang. Tujuan penelitian deskriftif ini adalah untuk deskrifsi, lukisan atau gambaran secara sistematis, factual, dan akurat mengenai kata-kata, sifat-sifat mengenai hubungan antarfenoma yang diselidiki. Metode deskrifsi ini digunakan untuk mendeskripsikan pikiran dan perilaku psikologi tokoh utama dalam cerpen berjudul “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
3.3 Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu cerpen yang bertemakan “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen. Cerpen ini diposting pada tanggal 28 September 2007.
3.4 Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan yaitu studi pustaka dan teknik catat. Dalam studi pustaka peneliti menggunakan teknik baca tingkat pertama. Teknik membaca tingkat pertama merupakan kegiatan menganalisis karya sastra dengan memahami dan mengungkapkan sesuatu yang terdapat dalam karya sastra. Hal ini tentu berkaitan dengan psikologi behavioristik tokoh “Aku” dalam cerpen “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
Sedangkan dalam teknik catat, peneliti mengumpulkan data dengan melakukan pencatatan setelah melakukan pembacaan secara menyeluruh. Hal yang peneliti catat tentunya berkenaan dengan masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu tentang psikologi behavioristik tokoh “Aku” dalam cerpen “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen.
3.5 Teknik Analisis Data
3.5.1 Pendekatan Behavioristik
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan behavioristik. Untuk menerapkan pendekatan behavioral dalam studi psikologi sastra, harus dilakukan dengan mengikuti tahapan berikut:
- Mencari dan menentukan tokoh cerita yang akan dikaji,
- Menelusuri perkembangan karakter sang tokoh yang dikaji. Penelusuran ini dapat dilakukanterhadap (a) lakuan sang tokoh; (b) dialog sang tokoh; dan (c) pikiran sang tokoh.
- Mengidentifikasi perilaku sang tokoh dan mendeskripsikan serta mengklasifikasikannya. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui macam-macam perilaku yang telah ditunjukkan oleh sang tokoh, sebagai landasan untuk
- Mengidentifikasi lingkungan yang telah membentuk perilakunya, dan
- Menghubungkan perilaku yang muncul dengan lingkungan yang melatarinya.
Berdasarkan sistematika kajian tersebut, dapat disusun model kajian tekstual dengan pendekatan behavioral sebagai berikut
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Sinopsis Cerpen dalam Kumpulan Cerpen Puthut EA yang Berjudul “Berawal Dari Aku, Buku, Dan Sepotong Sajak Cinta” Karya Gegen
Tokoh “aku” dalam cerpen tersebut selalu teringat terhadap Jogja tempat tinggalnya dulu, sehingga ketika ia dipindahkan kerja dan sekaligus menetap di Bali ia selalu melewati hari-harinya dengan kehampaan dan kesendirian. Namun dengan kehampaan dan kesendiriannya itu ia menjadi rajin membaca buku, terutama buku-buku yang berkaitan dengan kota jogja yang selalu ia sayangi dan kangeni.
Di kota bali tempat ia tinggal sekarang, tidak banyak hal yang dapat ia lakukan. Di hari-hari pertama ia tinggal di denpasar, pagi-pagi jam delapan ia sudah bersiap untuk berangkat bekerja, menjelang jam lima sore ia sudah balik lagi ke kos, dan malamnya ia gunakan untuk menonton tv, sedangkan kalau malam minggu tiba ia biasanya melewatinya dengan minum arak di togog, tempat biasa dijadikannya tempat minum oleh anak-anak muda Bali.
Hal seperti ini sudah hampir enam bulan ia lakukan. Ia memamng sengaja tidak bergaul dengan orang Bali, baik teman sekerjanya atau orang di luar tempat kerjanya karena suasana Bali kurang berkenan di hatinya. Menurutnya, kehidupan di Bali semuanya diukur dengan uang, gaya hidup yang hedonis, pop culture, dan beragam budaya lainnya. Mungkin disebabkan karena ( industri) pariwisata Bali. Kadang ia berpikir bahwa ia tidak sedang hidup di Indonesia. Karena Bali lebih dekat dengan budaya asing dibandingkan dengan budayanya sendiri.
Selain gaya hidup orang Bali, ada satu hal lagi yang membuat dirinya enggan untun bergaul yaitu karena pandangan orang Bali yang selalu curiga terhadap warga pendatang (orang luar Bali). Mereka sangat trauma dengan peristiwa pemboman yang telah memisahkan mereka dengan anak, istri, kerabat, dan tentu saja dengan tamu mereka.
Dari itu semua, ia sangat merindukan Jogja dan sering membaca cerita tentang Jogja. Di saat seperti itulah ia mulai tertarik untuk membaca buku, kebiasaan yang sangat jarang ia lakukan selama tinggal di Jogja. Selam ia tinggal di Jogja rutinitasnya hanya nemenin pacar, acara naik gunung, mabok, dan kegiatan MAPALA (Mahasiswa Pencinta Alam), organsasi tempatnya beraktivitas. Sehingga dengan kebisaan membaca ini telah membawanya bertemu dan lebih dekat dengan Muhidin M Dahlan, Puthut EA, dan Eka Kurniawan. Orang-orang yang tidak saja mengingatkan ia tentng Jogja, namun juga orang-orang yang telah membuatnya sedikit menyukai sastra.
4.2 Analisis Cerpen dalam Kumpulan Cerpen Puthut EA yang Berjudul “Berawal Dari Aku, Buku, Dan Sepotong Sajak Cinta” Karya Gegen denga
Tokoh “Aku” dalam cerpen “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen mengalami perubahan perilaku. Perilaku tokoh “Aku” ketika ia tinggal di Jogja yang merupakan tempat asalnya mengalami perbedaan dengan perilakunya ketika ia tinggal di Denpasar. Ketika tokoh “Aku” tinggal di Jogja, ia adalah orang yang pintar bergaul, suka pergi jalan-jalan, glamor dan tidak suka membaca. Namun, ketika tokoh “Aku” dipindahkan bekerja di Denpasar dan ia juga tinggal di sana perilakunya berubah. Ia menjadi orang yang pendiam dan jarang bergaul, sering menyendiri, sehingga hari-harinya selalu di isi dengan membaca hingga membuatnya suka membaca.
Keperibadian tokoh “ Aku” ketika masih tinggal di jogja yang terkenal sebagai orang yang pintar bergaul, dan tidak suka membaca dapat terlihat dari kutipan berikut ini.
“Tetapi, buku-buku yang aku beli di Gramedia dan kadang-kadang di took buku Social Agency tidak pernah aku baca. Lebih tepatnya tidak pernah selesai aku baca, karena terus terang ketika di Jogja, waktuku lebih banyak tersita pada rutinitas nemenin pacar, acara naik gunung, mabok dan tentu saja kegiatan MAPALA (Mahasiswa Pencinta Alam), organisasi tempatku beraktivitas”.
Dari kutipan di atas, kita dapat mengetahui bagaimana tokoh “Aku” memiliki pergaulan yang sangat luas. Ia mengikuti organisasi MAPALA (Mahasiswa Pencinta Alam) dan ia jarang membaca.
Saat di Jogja juga, tokoh “Aku” memiliki gaya hidup yang glamor, ia suka jalan-jalan, mabok-mabokan bersama dengan teman-teman satu organisasinya. Perilaku tokoh “Aku” yang mencerminkan gaya hidup yang glamor dapat kita lihat dari kutipan berikut ini.
“Kunjungan “ku ke Sarkem lebih dikarenakan pengaruh ciu yang tak terkontrol yang aku tenggak bersama teman-teman di Posko MAPALA”.
Selain kutipan di atas, ada juga kutipan yang menggambarkan tokoh “ Aku” yang sangat suka jalan-jalan berikut kutipannya.
“Kebetulan saat aku meninggalkan Jogja, aku juga membawa beberapa buku, yang aku beli disela-sela rutinitas mengantar pacarku jalan-jalan ke Mall untuk beli baju atau hanya buat nemenin makan”.
Perilaku tokoh “Aku” yang terlihat dari beberapa kutipan ini dibentuk oleh lingkungan yang ia rasakan sangat nyaman dan cocok untuknya. Sehingga ketika ia tinggal di Denpasar ia sangat merindukan Jogja dan suasana di Jogja baik teman-teman dekatnya atau pun lingkungannya. Hal ini dapat kita lihat dari kutipa berikut ini.
“Dari semua itu, kadang aku merindukan suasana Jogja. Entah itu malam jogja yang hangat, kawan yang tulus, gunung merapi dengan kabut pekatnya, angkringan, dan ciu”.
Dari beberapa kutipan-kutipan di atas, dapat kita gambarkan bagaimana perilaku tokoh “Aku” yang dibentuk oleh daerah asalnya Jogja, sehingga hubungan antara perilaku tokoh “Aku” dengan lingkungannya dapat kita gambarkan sebagai berikut.
STIMULUS I RESPON I
| ||||||
| ||||||
Perilaku tokoh “Aku” seperti yang digambarkan pada kutipan di atas berubah ketika ia pindah kerja ke Denpasar dan menetap di sana. ia menjadi orang yang memiliki keperibadian pendiam, jarang bergaul, sampai akhirnya membuatnya tertarik untuk membaca berbagai jenis buku seperti; filsafat, cerpen, novel, sehingga membuatnya sedikit menyenangi sastra.
Keperibadian tokoh “ Aku” yang pendiam dan kurang bergaul dapat kita lihat dari kutipan berikut ini.
“ tinggal di kota yang baru, tentunya membutuhkan adaptasi yang lama, apalagi orang seperti aku yang sudah terbiasa dengan suasana Jogja, kota tempat aku tinggal dulu. Mungkin karena itulah, hari-hari di kota ini selalu aku lewati dengan kehampaan dan kesendirian”.
“ aku emang sengaja tidak banyak bergaul dengan orang-orang, entah itu dengan teman kerja atau orang di luar tempat kerja.nggak tau, aku mals aja memulai sebuah persahabatan dari awal. Bukannya aku menutup diri namun karena suasana Bali, kurang begitu berkenan di hatiku”.
Dari kutipan ini dapat menjelaskan keperibadian tokoh “Aku” yang pendiam dan kurang bergaul. Keperibadian tersebut disebabkan karena ia tidak merasa nyaman dengan suasana Bali. Gaya hidup orang-orang Bali yang semuanya di ukur dengan uang, hedonis, pop culture, dan beragam budaya asing yang telah diadopsi daripara pelancong asing yang singgah di sana. selain gaya hidup, ia juga tidak suka dengan pandangan orang Bali yang selalu curiga terhadap warga pendatang (dari luar Bali).
Perilaku tokoh “Aku” yang suka membaca dapat kita lihat dari kutipan berikut ini.
“akhirnya aku cukup puas dengan hanya mendengar atau hanya membaca berita tentang Jogja.
Di saat-saat seperti itulah aku mulai tertarik untuk membaca buku”.
Dari beberapa kutipan di atas, kita dapat membuat gambaran skema hubungan antara perilaku tokoh “Aku” yang dibentuk oleh lingkungan barunya yaitu Denpasar.
STIMULUS II RESPON II
| |||||
| |||||
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan hasil analisis keperibadian tokoh “Aku” dalam cerpen “Berawal dari Aku, Buku, dan Sepotong Sajak Cinta” karya Gegen dengan menggunakan pendekatan behavioristik yaitu terjadinya perubahan perilaku karena pengaruh lingkungannya. Perilaku tokoh “Aku”ketika ia tinggal di Jogja akan berbeda dengan perilakunya ketika ia tinggal di Denpasar. Perubahan perilaku tersebut dapat kita lihat dari bagan berikut ini.
STIMULUS I RESPON I
|
| ||||||
STIMULUS II RESPON II
| ||||||
| ||||||
DAFTAR PUSTAKA
Hall, Calvin. Diterjemahkan oleh Tasrif, S. 2000. Libido
Hudayat, Asep Yusup. 2007. “Metode Penelitian Sastra”. Modul: Fakultas Sastra Univetsitas Padjajaran
Minderop, Albertine. 2010. Karya Sastra, Metodologi, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Ratna, Kutha. 2012. Teori, Metode dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.rayakultura.net/analisis-aspek-psikologis-tokoh-lasiyem-dalam-novel-musim-semi-lupa-singgah-di-shizi/ (diakses pada tanggal 15 April 2014 pukul 20.05 WITA).
http://makeyousmarter.blogspot.com/2012/08/analisis-tingkah-laku-tokoh-dalam-novel.html (diakses pada tanggal 15 April 2014 pukul 20.15 WITA).