Analisis Puisi Berjalan Mencari Pintu dengan menggunakan Strata Norma Ingarden
Menjadi lebih baik dengan Memamfaatkan Waktu Dalam Puisi Berjalan Mencari Pintu Karya Eko Putra
- Latar belakang
Puisi sebagai sebuah karya seni sastra yang dapat dikaji dari bermacam-macam aspeknya. Puisi dapat dikaji struktur dan unsur-unsurnya, mengingat puisi adalah struktur yang tersusun dari bermacam-macam unsur dan saran-saran kepuitisan. Meskipun demikian orang tidak dapat memahami puisi secara sepenuhnya tanpa mengetahui dan menyadari bahwa puisi itu karya estetis yang bermakna, yang mempunyai arti, tidak hanya sesuatu yang kosong tanpa makna, maka puisi harus dianalis sehingga dapat diketahui bagian-bagian makna yang secara nyata. Untuk menganalisis puisi, harus dimengerti sebagai struktur norma-norma. Pengertian norma ini menurut Rene Welek (1968:50-151) jangan dikacaukan dengan norma-norma klasik, etika, ataupun politik. Norma itu harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra.
Dengan menganalisis strata-strata yang terdapat dalam puisi yang berjudul “Berjalan Mencari Pintu” karya Eko Putra. Analisis puisi yang digunakan adalah strata roman ingarden dengan tujuan untuk menemukan lapis-lapis yang ada dalam puisi “Berjalan Mencari Pintu” karya Eko Putra. Saya memilih puisi ini karena ketertarikan saya dengan isi puisi tersebut yang memberikan suatu bayangan akan berartinya sebuah kehidupan untuk melakukan kebaikan dengan tidak menyia-nyiakan waktu, melainkan bagaimana cara memamfaatkan waktu itu dengan sebaik-baiknya.
Puisi “Berjalan Mencari Pintu” karya Eko Putra dianalisis menggunakan Strata Roman Ingarden. Strata Roman Ingarden ini menganalisis norma-norma sebagai berikut: Lapis pertama adalah lapis bunyi , dalam lapis ini yang terkandung merupakan rangkaian bunyi yang dibatasi jeda, tekanan nada, tempo. Lapis kedua Lapis arti, yang berupa rangkaian fonem, suku kata, frase dan kalimat. Lapis ketiga, terkait latar, pelaku, objek yang dikemukakan, dunia pengarang yang berupa lukisan atau cerita pengarang. Lapis keempat, lapis dunia yang tak usah dinyatakan atau dikemukakan, tetapi sudah implicit. Lapis kelima, lapis metafisis yang menyebabkan pembaca berkontemplasi.
- Pembahasan
Eko Putra
BERJALAN MENCARI PINTU
mengapa aku harus
kehilangan beribu
do’a dalam seorang
menuju kesunyian
dari jiwa-jiwa
yang menyala
berapa pula ayat
yang habis kupuisikan
untuk menuju ruhmu
dari kering krontang
dan tilas waktu
dimakan sia-sia
aku harus kehilangan
beribu alifbata
dalam seorang
sebagai pembangkang
sampai nemu terang
Sekayu, 2008
- Lapis Bunyi
Pada puisi diatas pada setiap bait terdapat aliterasi “ng” sering di ulang. Pada bait pertama terdapat isonansi “a dan u” (mengapa aku harus kehilangan beribu do’a dalam seorang menuju kesunyian dari jiwa-jiwa yang menyala).
- Lapis Arti
Lapis arti dalam bait ketiga “aku harus kehilangan beribu alifbata dalam seorang sebagai pembangkang sampai nemu terang” artinya aku sebagai tokoh menyesal karena banyak waktu yang terbuang sia-sia dalam melakukan hal yang tidak baik/ tidak berguna dalam menjalani hidupnya, yang lebih banyak di kendalikan oleh hawa nafsu sampai akhirnya dia sadar dan menemukan kebaikan/ kebenran.
- Lapis ketiga
Objek-objeknya: seorang, kesunyian, jiwa-jiwa, ayat, ruhmu, kering kerontang, waktu, alifbata, terang. Pelaku atau tokoh: Aku. Latar waktu: malam karena orang lebih banyak berdo’a di waktu malam, dan kata kesunyian itu di identikkan dengan waktu malam.
- Lapis keempat
Makna konotasi dari puisi diatas misalnya “dari jiwa-jiwa yang menyala” artinya orang-orang yang memiliki semangat yang tinggi/ kuat dan tidak cepat berputus asa. Dunia pengarang adalah ceritanya, yang merupakan dunia yang diciptakan oleh pengarang. Ini merupakan gabungan dan jalinan antara objek-objek. Tokoh Aku mengeluh karena waktunya banyak terbuang sia-sia dan tidak pernah memamfaatkan waktu untuk berbuat kebaikan. Kemudian tokoh Aku menyesali dan menyadari semua perbuatan yang buruk semasa hidupnya sampai ia menemukan kebaikan yang sesungguhnya.
- Lapis kelima
Dari puisi “berjalan mencari pintu” karya Eko Putra saya merenungkan bahwa dalam kehidupan ini banyak waktu yang terbuang sia-sia, karena hal-hal yang tidak berguna/ buruk. Banyak hal yang lebih baik dan berharga yang harus dilakukan, karena itulah kita harus memamfaatkan waktu dengan sebaik mungkin karena setiap detik waktu sangatlah berharga untuk menjadi lebih baik. Jangan sampai kita maenyesalinya di kemudian hari dan kehidupan tidak akan berubah dan lebih baik jika kita tidak berusaha untuk merubahnya.
- Simpulan
Berdasarkan analisis dengan strata roman ingarden pada puisi “Berjalan Mencari Pintu”, dari sisi lapis bunyi, disimpulkan bahwa secara keseluruhan dalam puisi ini melahirkan bunyi-bunyi aliterasi /ng/ pada kata, seorang, krontang, pembangkang, terang. Dan terdapat banyak asonansi /a/ dalam setiap baris dari puisi tersebut. Dalam puisi ini kita di anjurkan supaya menjadi orang yang lebih baik dengan memamfaatkan waktu sebaik-baiknya .