ANALISIS PUISI “TELAH DIINGATKAN” KARYA UDO Z KARZI BERDASARKAN NORMA INGARDEN

Non Fiksi

ANALISIS PUISI “TELAH DIINGATKAN” KARYA UDO Z KARZI BERDASARKAN NORMA INGARDEN

LAPIS KESATU

            Beradasarkan penganalisisan pada lapis satu tersebut dapat dilihat pada bait pertama baris kesatu yang memiliki asonansi a dan aliterasi k, s,sedangkan pada baris kedua memilki aliterasi t, baris ketiga memiliki asonansi a,baris keempat memiliki asonansi a dan aliterasi ng, dan baris kelima memilki asonansi a dan u. Pada bait kedua baris pertama,dua dan tiga memilki diksi yang sama yaitu kita tak. Sedangkan pada bait ketiga pada baris kesatu memiliki asonansi a dan aliterasi t dan h. Pada baris kedua dan ketiga memilki diksi yang sama yaitu dengan kata betapa, sedangkan pada baris keempat memilki asonansi a. Bait keempat baris kesatu memiliki asonasi a dan aliterasi t, n, dan s. Sedangkan pada baris kedua asonansi a dan u, memilki aliterasi k dan t. Pada baris ketiga memilki asonansi a,e dan i sserta memilki aliterasi m, baris kelima memilki aliterasi a dan i. Dan pada baris keenam memilki asonansi a, i dan memilki aliterasi t dan r.

 

LAPIS KEDUA

            Pada bait pertama dimaknai dengan tragedi yang datang dari segala arah. Sedangkan pemaknaan pada bait kedua bahwa makhluk yang bernama manusia tidak dapat mampu menerka atau mengira-ngira kapan datangnya musibah maupun tragedi yang ada di bumi ini. Pada bait ketiga dapat dimaknai dengan bahwa keangkuhan, kesombongan serta kelebihan yang ada pada diri manusia apapun wujud dan bentuknya itu semua tak kan ada artinya karena manusia adalah makhluk yang lemah yang tak ada apa-apanya. Sedangkan bait keempat dimaknai dengan bahwa semua yang telah terjadi bukanlah menjadi alasan baagi manusia untuk terus meratapi musibah yang menimpa diriinnya tapi manusia diminta untuk terus berusaha memperbaiki diri agar lebih baik lagi dalam tindakan maupun perilaku yang telah di lakukan. Baris terakhir pada puisi tersebut dpat dimaknai dengan bahwa pengarng ingin mengingatkan kepada pemabca untuk dapat merenung dan terus berfikir dengan kejadian-kejadian yang terjadi di dunia ini, bagaimanakah kita sebagai manusia harus bertindak dengan apa yang telah terjadi?

 

LAPIS KETIGA

Objek: keangkuhan, makhluk, manusia, hidup, kau, dan kematian.

Pelaku: bencana, tragedi, kerusakan.

Latar waktu: pagi, siang, sore, malam.

Latar tempat: laut, darat, langit, bumi.

Dunia Pengarang

            Pengarang dari puisi tersebut mengingat kembali bahwa betapa bencana yang telah ia lihat sendiri adalah wujud dari kekuasaan Sang Maha Kuasa. Pengarang berfikir bahwa benar makhluk yang bernama manusia tidak ada apa-apanya dibandingkan Sang Maha Pencipta alam semesta. Manusia adalah makhluk kecil yang dijadikan khalifah di bumi ini jadi pengarang berfikir bahwa tak akan ada gunanya sikap sombong angkuh terhadap kehidupan. Sesungguhnya manusia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, namun hal ini tidaklah membuat manusia merasa berputus asa akan kejadian yang dialami karena hidup ini adalah ladang bagi manusia untuk menanam bibit-bibit kebaikan agar tak menyesal di kemudian hari.

LAPIS KEEMPAT

            Adapun pada bait pertama baris kesatu dimaknai dengan tragedi, baris kedua dimaknai dengan seluruh lapisan bumi, baris ketiga porak poranda, dan baris keempat serta kelima dapat dimaknai dengan segala arah, sedangkan pada bait kedua baris kesatu dapat kita maknai dengan datang secara tiba-tiba, baris kedua mencegah, dan baris ketiga pada bait kedua dapat dimaknai dengan ketidakberdayaan manusia. Pada bait keempat baris pertama, dimaknai dengan terjadi dengan nyata, baris kedua ketidakberartiannya kesombongan, baris ketiga makhluk yang lemah, serta baris keempat tidak ada kekuatan apapun. Bait kelima baris pertama bermakna berputus asa, baris kedua bait kelima ketidakikhlasan, baris ketiga mengambil hikmah, serta baris keempat dimaknai dengan bermanfaat dalam hidup, dan baris kelima dimaknai dengan selalu mengintropeksi diri

LAPIS KELIMA

            Dalam puisi tersebut pada lapis ke lima, (metafisis) berupa pemberian ingatan kembali bahwa segala apapun yang ada di dunia ini hanyalah milik yang Kuasa. Kita sebagai manusia hanyalah makhluk yang tidak ada apa-apanya. Semua ini dikendalikan dan diatur oleh Rabb Yanga Maha Menciptakan. Jadi, tak ada gunanya dalam pembanggaan diri. Harta, kecerdasan, dan kedudukan itu semua milik Allah SWT. Namun, apapun kejadian yang kita alami saat ini, janganlah menjadikan kita merasa bersedih diri atau bahkan berputus asa. Karena hidup bukanlah untuk diratapi tapi dijadikan sebagai bekal atau ladang kehidupan untuk memetik hasilnya ketika kita telah bersamaNya, kembali menghadap sang Pencipta.


Tinggalkan Balasan