NASKAH LELAKI KARYA WIKA WAHYUNI 1

ANALISIS TEMA CERITA NASKAH LELAKI KARYA WIKA WAHYUNI DENGAN STRUKTURALISME GENETIK

Non Fiksi

NASKAH LELAKI KARYA WIKA WAHYUNI

ANALISIS TEMA CERITA NASKAH LELAKI KARYA WIKA WAHYUNI DENGAN STRUKTURALISME GENETIK

A. PENGANTAR
Disekitar kita sekarang ada fenomena gunung es, sesuatu yang dianggap aib, jijik, hina dan nista sudah menjadi sesuatu yang sebenarnya tengah terjadi dan banyak dijumpai disekitar kita. Kehadiran penyuka sesama jenis terutama Homo atau Gay sebenarnya bukanlah perkara baru di dunia yang telah tua ini. Bukankah kita telah mendengar kisah ini sebelumnya pada Bangsa Sodom kaum Nabi Luth. AS. Yang telah terlebih dahulu melakukan ini dan kemudian langsung dibinasakan oleh Allah SWT.
Sungguh kinipun fenomena itu terus terjadi, banyak sekali kita mendengar berita di Televisi, membaca di berita Koran, majalah dan website tentang keberadaan mereka bahkan publik figure dari dunia pun banyak yang mengakui dirinya sebagai seorang Gay atau Homo sebagai contoh: siapa yang tak kenal vokalis Band Dunia asal Inggris Queen, Fredie Mercury dengan suaranya yang sempurna namun nasib tragis di akhir hidupnya karena AIDS telah merenggut masa keemasannya. Ataupun si pelantun Viva La Vida Ricky Martin dengan bangganya mengaku Gay dan memproklamirkan hal tersebut di dunia atau dari dalam negeri seperti Jupiter Fourtisimo yang mengaku Gay dan sederetan yang dicurigai gay seperti Bertrand Antoline, Indra L. Brugman dan beberapa yang abu-abu.
Jadi kita tidak bisa menutup mata dengan ini, Gay atau Homo adalah penyakit dan bukan genetik. Sesuatu yang menyalahi kodrat alam dan sangat bertentangan dengan ajaran agama maupun norma kesusilaan yang berlaku. Dan sebenarnya bisa diobati atau berubah asal ada kemauan dan keinginan kuat dari dalm diri si penganut.
Begitu juga seperti yang diangkat dalam Naskah pementasan Drama yang berjudul Lelaki karya Wika Wahyuni, yang dibahas adalah tentang gay atau hubungan sejenis yang berimplikasi pada banyak hal. Nasakah yang berdasarkan kisah nyata dari salah satu sahabatnya itu sangat menarik. Dimana Gay atau homo dari lelaki ini Merusak tatanan kemasyrakatan dan kehidupan yang normal. Sungguh sesuatu yang tragis dan menyedihkan ketika melihat sesuatu yang tampak indah dan sempurna di luarnya namun rapuh, hampa dan kosong gara-gara ada cinta sejenis di dalamnya.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimanakah Pandangan Teori Strukturalisme Genetik terhadap Tema Cerita di dalam Pementasan Drama Lelaki dan fenomena yang terjadi di kehidupan nyata.

C. TUJUAN
Tujuan dalam makalah ini adalah untuk mengetahui Bagaimana Teori Strukturalisme Genetik dalam melihat tema cerita naskah ini.

D. LANDASAN TEORI
Strukturalisme genetik memiliki arti penting, karena menempatkan karya sastra sebagai data dasar penelitian, memandangnya sebagai suatu sistem makna yang berlapis-lapis yang merupakan suatu totalitas yang tak dapat dipisah-pisahkan (Damono, 1979:42). Hakikatnya karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang turut mengkondisikan penciptaan karya sastra, walaupun tidak sepenuhnya di bawah pengaruh faktor luar tersebut. Menurut Goldmann, struktur itu bukanlah sesuatu yang statis, melainkan merupakan produk dari proses sejarah yang terus berlangsung, proses strukturasi dan destrukturasi yang hidup dan dihayati oleh masyarakat asal karya sastra yang bersangkutan (Faruk, 1999b:12). Goldmann percaya pada adanya homologi antara struktur karya sastra dengan struktur masyarakat sebab keduanya merupakan produk di aktivitas strukturasi yang sama (Faruk, 1999b:15).
Pada perkembangannya strukturalisme genetik juga dipengaruhi oleh ilmu seorang marxis, yaitu George Lukacs. Menurut Goldmann strukturalisme genetik memandang struktur karya sastra sebagi produk dari struktur kategoris dari pemikiran kelompok sosial tertentu (Faruk, 1999a:12). Kelompok sosial itu mula-mula diartikan sebagai kelompok sosial dalam pengertian marxis (Faruk, 1999a:13-14). Ada 3 cara teori Strukturalisme Genetik menjabarkan hal ini :
1. Konsep Fakta Kemanusiaan
Fakta kemanusiaan adalah segala hasil aktivitas atau perilaku manusia, baik yang verbal maupun fisik, yang berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan (Faruk, 1999b:12). Aktivitas atau perilaku manusia harus menyesuaikan kehidupan dengan lingkungan sekitar. Individu-individu berkumpul membentuk suatu kelompok masyarakat. Dengan kelompok masyarakat manusia dapat memenuhi kebutuhan untuk beradabtasi dengan lingkungan.
Damono (1979:43) berpendapat, untuk menelaah fakta-fakta kemanusiaan baik dalam strukturnya yang esensial maupun dalam kenyataannya yang kongkrit membutuhkan sutau metode yang serentak bersifat sosiologis dan historis. Dengan fakta kemanusiaan dapat diketahui bahwa sastra merupakan cermin dari pelbagai segi struktur sosial maupun hubungan kekeluargaan.
2. Konsep Subjek Kolektif
Karya sastra diciptakan oleh pengarang. Dengan demikian karya sastra lebih merupakan duplikasi fakta kemanusiaan yang telah diramu oleh pengarang. Semua gagasan pengarang dapat dikatakan sebagai perwakilan dari kelompok sosial. Oleh sebab itu pengkajian terhadap karya sastra tidak dapat dipisahkan dengan pengarang untuk mendapat makna yang menyeluruh. Menurut Juhl (dalam Iswanto, 2001:60) bahwa penafsiran terhadap karya sastra yang mengabaikan pengarang sebagai pemberi makna akan sangat berbahaya, karena penafsiran tersebut akan mengorbankan ciri khas, kepribadian, cita-cita, juga norma-norma yang dipegang teguh oleh pengarang tersebut dalam kultur sosial tertentu.
Subjek kolektif adalah kumpulan individu-individu yang membentuk satu kesatuan beserta aktivitasnya. Goldmann (dalam Faruk, 1999:15) menspesifikasikannya sebagai kelas sosial dalam pengertian marxis, sebab baginya kelompok itulah yang terbukti dalam sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan yang telah mempengaruhi perkembangan sejarah umat manusia.
3. Konsep Pandangan Dunia
Goldmann juga mengembangkan konsep mengenai pandangan dunia yang dapat terwujud dalam karya sastra dan filsafat. Menurutnya, struktur kategoris yang merupakan kompleks menyeluruh gagasan-gagasan, aspirasi-aspirasi, dan perasaan-perasaan, yang menghubungkan secara bersama-sama anggota-anggota kelompok sosial tertentu dan mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang lain disebut pandangan dunia (Faruk, 1999a:12).
Pemahaman terhadap karya sastra adalah usaha memahami perpaduan unsur intrinsik dan unsur ekstrinsik sehingga mampu membangun adanya keselarasan dan kesatuan dalam rangka membangun totalitas bentuk atau totalitas kemaknaan. Setiap karya sastra yang penting mempunyai struktur kemaknaan (Strukture Significative), karena menurut Goldmann, struktur kemaknaan itu merupakan struktur global yang bermakna dan mewakili pandangan dunia (vision du monde, world vision). Penulis tidak sebagai individu, tetapi mewakili golongan (kelas) masyarakat (Satoto, 1986:175).
Pada gilirannya pandangan dunia itulah yang menghubungkan karya sastra dengan kehidupan masyarakat. Latar belakang sejarah, zaman dan sosial masyarakat turut mengkondisikan terciptanya karya sastra baik dari segi isi atau segi bentuk dan strukturnya. Hal ini desebabkan oleh kenyataan bahwa pandangan dunia itu sendiri oleh Strukturalisme Genetik dipandang sebagai produk dari hubungan antara kelompok sosial yang memilikinya dengan situasi sosial dan ekonomi pada saat tertentu (Goldmann dalam Faruk, 1999a:13).
Menurut Goldmann, karya sastra, namun demikian, bukan refleksi dari suatu kesadaran kolektif yang nyata dan ada, melainkan puncak dalam suatu level koherensi yang amat tinggi dari kecenderungan-kecenderungan khusus bagi kelompok tertentu, suatu kesadaran yang harus dipahami sebagai suatu realitas dinamik yang diarahkan ke satu bentuk keseimbangan tertentu (Faruk, 1999b:33). Pandangan dunia bukan merupakan fakta empiris yang langsung, tetapi lebih merupakan struktur gagasan, aspirasi dan perasaan yang dapat menyatukan suatu kelompok sosial masyarakat.
4. Konsep “Pemahaman-Penjelasan” dan struktur social kerja sastra.
Goldmann menjelaskan tentang metodenya itu: untuk bisa realistis, sosiologi harus bersifat historis; demikian juga sebaliknya, untuk bisa ilmiah dan realistis, penelitian sejarah harus sosiologis (Damono, 1979:43). Dengan demikian, strukturalisme genetik merupakan teori alternatif untuk menganalisis karya sastra yang antara historis dan sosiologis dapat dilakukan secara berkaitan.
Karya sastra harus memiliki kepaduan antara struktur yang satu dengan yang lain. Unsur luar maupun unsur dalam sama-sama memiliki arti penting di dalam membangun karya sastra. Kepaduan dari kedua unsur tersebut memberi kelengkapan, bahwa karya sastra tidak hanya dapat dilihat dari dalam (teks) sastra, melainkan unsur pembentuk dari luar. Karya sastra berusaha mengungkap persoalan-persoalan yang dihadapi manusia. Persoalan-persoalan itu sebagian ada yang terpecahkan dan sebagian tidak ditemukan jalan keluarnya.
Karena itu, Goldmann mencoba mengembangkan metode dialektik. Prinsip dasar dari metode dialektik yang membuatnya berhubungan dengan masalah koherensi di atas adalah pengetahuannya mengenai fakta-fakta kemanusiaan yang akan tetap abstrak apabila tidak dibuat kongkret dengan mengintegrasikan ke dalam keseluruhan (Goldmann dalam Faruk, 1999b:19-20).
Metode dialektik mengembangkan dua konsep, yaitu “Pemahaman-penjelasan” dan “Keseluruhan-bagian.” Pemahaman adalah pendeskripsian struktur objek yang dipelajari, sedangkan penjelasan adalah usaha menggabungkan ke dalam struktur yang lebih besar (Goldmann dalam Faruk, 1999b:21). Pada dasarnya pengertian konsep “Pemahaman-penjelasan” sangat berkait dengan konsep “Keseluruhan-bagian.”.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka strukturalisme genetik memandang karya sastra tidak hanya sebagai yang memilki struktur yang lepas-lepas, melainkan adanya campur tangan faktor-faktor lain (faktor sosial) dalam proses penciptaannya. Karya sastra dipahami sebagai totalitas perpaduan struktur dalam dan struktur luar.
Apabila dirumuskan dalam bentuk definisi, strukturalisme genetik pada prinsipnya adalah teori sastra yang berkeyakinan bahwa karya sastra tidak semata-mata merupakan suatu struktur yang statis dan lahir dengan sendirinya, melainkan merupakan hasil strukturasi struktur kategoris pikiran subjek penciptanya atau subjek kolektif tertentu yang terbangun akibat interaksi antara subjek itu dengan situasi sosial dan ekonomi tertentu (Faruk, 1999:13).
E. ANALISIS
Dalam pementasan ini banyak fakta-fakta tentang kehidupan yang terungkap bahwa adanya lelaki penyuka sesama jenis yang telah menyalahi kodrat penciptaan Tuhan yang maha Kuasa. Namun semua yang terungkap di dalam pementasan naskah ini tidak terlepas adanya fakta bahwa di luar sana di kehidupan sehari-hari yang terlihat normal dan biasa tersebut ada manusia-manusia dengan keadaan demikian yang sebenarnya masih menyembunyikan identitas ke-Gay an-nya dikarenakan takut ditolak dihina dicaci maki oleh manusia lain. Namun hal tersebut tentu saja tidak bisa dilepaskan dari faham dan unsur religiusitas kita sebagai orang yang beragama dan sangat mengharamkan hal tersebut.
Bila diuraikan satu-satu berdasarkan teori Goldmann/ Strukturalisme Genetik maka bisa dijabarkan sebagai berikut:
1. Fakta Kemanusiaan
Naskah ini menunjukkan fakta kemanusiaan yang jelas yang melatarbelakangi pembuatan dari naskah ini. Terlebih bagi pengarang bahwa sahabatnya sendiri yang berada dalam kesemrawutan dan kehancuran kehidupan disebabkan oleh lelaki yang dicintainya ternyata seorang Homo/ Gay. Hati wanita mana yang tak kan hancur mengetahui hal tersebut. Inilah yang ditampilkan oleh pengarang dengan apik dalam pementasan naskah Lelaki, begitu apik namun menyayat hati melihat penderitaan tokoh wanita dalam pementasan lelaki bernama Hana diakibatkan oleh cinta sejenis Tokoh Pram dan Rian.
Homo dan kehidupan sebenarnya tema yang tabu untuk diangkat dalam sebuah tulisan apalgi dalam pementasan namun karena hal ini ada disekitar pengarang makanya keberanian itu muncul untuk dituangkan ke dalam sebuah naskah yang akan dipentaskan dan tentu saja dengan harapan, penonton bisa mengambil sari atau inti dari semua ini bahwa Homo/ Gay adalah penyakit jiwa dan merusak tatanan sendi kehidupan manusia.
2. Pandangan Dunia
Gay atau Homo dengan segala kehidupannya sebenarnya ada disekitar kita, mereka mungkin tidak berani menampakkan diri sebab tahu bahwa keberadaan mereka tertolak apalagi di Indonesia dengan nuansa ketimuran yang masih kental dan religius maka hal ini adalah Aib. Walau beberapa Negara ada juga yang melegalkan seperti di Belgia, polandia Amerika sendiri. Namun tidak di tanah air ini. Meski demikian keberadaan mereka ada bahkan di kota- kota besar dengan tingkat informasi dan pendidikan yang memadai, justru komunitas Homo ini lahir semisal dari Gymnastic Club/ klub kebugaran, dunia malam ( pub, diskotik dan café) bahkan dunai kerja.
Pengarang melihat semua fenomena tersebut dan bahkan terjadi pada sahabatnya. Di sini kita jadi tahu bahwa “mereka” begitu dekat dan ada disekeliling kita bahkan di kota Mataram Lombok yang kecil ini. Apalagi dengan kota besar, entah tidak terbayangkan sedikitpun keadaanya.
3. Subjek Kolektif
Pemikiran –pemikiran pengarang yang tentu saja ingin memberi pencerahan kepada penonton dengan mengangkat Tema ini adalah bisa dimaklumi mengingat pengarang melihat secara langsung dampak yang ditimbulkan oleh adanya Homo. Kita pun bisa memiliki persepsi yang sama bahwa hal tersebut merupakan suatu kesalahan dari sisi jiwa seorang manusia lelaki yang normal. Dimana seharusnya mencintai wanita dan bersifat Hetero bukannya Homo.
Tema homo yang diambil tentu saja juga berdasarkan adanya keinginan dari pengarang untuk mengingatkan kita tentang hal ini. Dilihat dari kehidupan social sekitar yang telah banyak terpengaruh budaya hedonis barat yang salah satunya adalah Homo. Hal ni mengkhawatirkan mengingat generasi muda yang kadang dengan mudah menyerap hal ini mengingat teknologi informasi yang begitu kuat dengan arus globalisasinya.
4. Struktur Sosial dan Struktur Kerja Sastra
Dan sebagai seorang yang tengah bergelut di dunia pendidikan maka pengarang ini ingin menyuguhkan sesuatu tema yang dianggap tabu untuk diangkat. Mengingat tidak semua berani mengangkat hal ini dalam permukaan yang sebenarnya. Tema homo adalah tema yang baru dan berbanding lurus dengan keadaan dunia saat ini dimana fenomena ini juga tengah banyak terjadi seperti yang saya paparkan diatas sebelumnya. Sebuah fenomena gunung es. Dan tentu saja sebagai seorang calon pendidik bangsa hal ini sangat menarik untuk diteaah dan dipelajari agar bisa diambil hikmah sesuai dengan amanah yang diinginkan oleh si pembuat naskah drama.

F. PENUTUP
Dari pemaparan diatas maka kita dapat mengambil pelajaran bahwa Gay / Homo adalah penyakit dan sebagai seorang calon pendidik bangsa kita harus jeli melihat hal ini. Mengangkatnya menjadi naskah drama adalah salah satu cara untuk memberikan pelajaran kepada semua dengan memanfaatkan seni Teatrikal yang indah, bahwa Homo atau Gay adalah Dosa dan tidak benar. Homo dan Gay akan merusak tatanan kehidupan yang seharusnya. Bahwa manusia diciptakan di muka bumi ini adalah berpasang-pasangan, lelaki dan perempuan. Bukan lelaki dengan lelaki. Sebab jika kita menyalahi kodrat Tuhan maka yang terjadi adalah kehancuran dan murka Tuhan di atas muka bumi seperti yang menimpa kaum sebelum kita. Naudzubillahmindzalik.

G. DAFTAR PUSTAKA
Faruk. 2010. Pengantar Sosiologi Sastra dari Strukturalisme Genetik sampai Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset.

http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/teori-strukturalisme-genetik/
( Diakses tanggal 29 Mei 2014, pukul 02.00 wita)

Naskah Drama lelaki karya wika wahyuni

LAMPIRAN
SINOPSIS PEMENTASAN DRAMA NASKAH LELAKI
KARYA WIKA WAHYUNI
Mengisahkan tentang sebuah keluarga yang tampak harmonis di luar namun sangat tragis di dalam yakni keluarga Dr. Pram dan Hana istrinya. Dimana Dr. Pram tidak pernah menyentuh istrinya sama sekali dari dua tahun usia pernikahan mereka. Hal ini menyebabkan Hana begitu sedih dan menderita dan ia diliputi beragam pertanyaan mengapa suaminya tidak pernah mencumbuinya.
Semua mulai sedikit terungkap ketika seorang lelaki datang ke rumah mereka bernama Ryan. Lelaki misterius yang diakui Pram sebagai kawan masa lalunya di depan istrinya. Dan akhirnya terungkap ketika tidak sengaja teman dari Hana melihat mereka tengah bermesraan di taman dan melaporkan hal ini pada Hana. Barulah Hana menyadari mengapa suaminya tak menyentuhnya, ternyata suaminya adalah Homo atau gay. Hancur perasaan Hana mengetahui hal tersebut terlebih ketika menanyakan hal itu pada Pram dan ia tidak menampik hal tersebut.
Namun sebenarnya Pram sendiri ingin berhenti menjadi Gay atau Homo tapi Ryan yang terus mengejarnya karena Ryan benar-benar mencintai Pram. Ryan pun sebelumnya telah memutuskan pacarnya Medy sebelum kembali memutuskan mencari Pram. Drama ini kian parah ketika Ryan mencari Pram kembali ke rumahnya dan bertemu Hana dan mereka bertengkar dengan hebat, Ryan ingin membunuh Hana dengan sebuah Pisau lalu datanglah Pram dan Ryan mengatakan akan melepaskan Hana jika Pram ikut bersamanya, Ryan menarik tangan Pram pergi untuk bersamanya, tarik-tarikan tanganpun tak terhindarkan namun Hana kalah, Pram pun berhasil ditarik Ryan. Akan tetapi ternyata beberapa saat kemudian Pram kembali dengan kondisi berdarah dan tertusuk, rupanya Ryan dan Pram berkelahi dan Pram terluka. Hana terkejut dan menjerit menangis karena Pram akhirnya meninggal di pangkuannya.


Tinggalkan Balasan