BALADA DRAMA KOREA
“Ini jadwal ngerjain tugas, bukan nonton!” Damar menegur teman-teman perempuannya yang masih asyik tersenyum menatap laptop. “Tugas itu dibawa santai, Dam” Rara menyahut pelan diringi anggukan setuju teman-teman sesama jenisnya. “Terserah kalian deh!” Sam membalas. Rara, Tika, dan Eris tersenyum penuh kemenangan.
***
“Ra, tugas yang kemarin udah kelar?” tanya Damar sambil duduk di bangku kosong sebelah Rara.
“Iya, Bawel. Udah kelar semalem kok” Rara menjawab santai. Damar tersenyum senang. “Besok sore kita lanjutkan tugas yang kemarin, ya. Tapi nggak pake nonton drama Korea”. Rara menatap Damar, ingin protes. Tapi urung karena dosen sudah memasuki ruang kelas.
***
Damar, Sam, Rara, Tika, dan Eris sudah berkumpul di taman kampus. Mulai lagi mengerjakan tugas yang sudah diberikan untuk kelompok kecil mereka. Setelah menyelesaikan diskusi tentang tugas, Damar membuka pertanyaan serius versi tiga teman ceweknya.
“Kenapa kalian suka nonton drama Korea?” Damar mulai bertanya. Rara, Tika, dan Eris sontak menoleh. Berebut menjadi orang pertanya yang menjawab pertanyaan tersebut.
“Cowoknya keren-keren” Eris berhasil menjadi penjawab pertama.
“Ceritanya nggak ngenes kayak sinetron negara kita” disambut Tika dengan wajah sumingrah.
“Dan nggak pake ratusan episode” Rara menutupnya dengan sempurna. Sam dan Damar sontak tertawa. Takjub dengan jawaban trio cewek pecinta drama Korea tersebut. Jelas-jelas jawaban itu merupakan kekesalan mereka dengan persinetronan di Indonesia.
“Gue bakal nyoba ngehindarin lu, Dam. Kayaknya sebentar lagi lu bakal tertular virus pecinta drama Korea” ucap Sam sambil menepuk bahu Damar, memasang wajah prihatin. Damar kembali tertawa. “Nggak semudah itu. Selera seorang Damar masih di atas rata-rata. Prinsip gue nggak bakal goyah karena drama Korea, Sam” jawab Damar bangga. Rara, Tika, dan Eris manyun. “Songong!” ujar mereka bersamaan. Damar dan Sam tertawa penuh kemenangan.
“Gue nantang lo berdua” Rara masih dongkol diketawain dua cowok songong yang nggak lain adalah sahabat karibnya sendiri. “Nantang apaan?” Sam bertanya antusias. “Buat buktiin kalau drama Korea itu keren, kalian harus nonton sendiri. Ntar gue copyin drama yang bagus. Setelah kalian nonton, gue bakal tanya pendapat kalian.” Tawar Rara. Sam langsung menggeleng-geleng tak terima. “Kalau kalian masih bilang nggak bagus, kita janji nggak bakal heboh-heboh soal drama Korea di depan kalian berdua” Tika melanjutkan ucapan Rara. “Gimana? Kalian setuju?” tanya Eris pelan. “Bolehlah” jawab Sam setuju dibarengi anggukan pelan Damar. Eris dan Tika pun heboh memikirkan drama Korea yang paling bagus sepanjang perjalanan nonton bareng mereka.
***
“Gimana city hunternya?” tanya Tika tiga minggu tantangan menguji kehebatan drama Korea. Sam berpikir lama sebelum menjawab. “Yang keren cuma adegan fightingnya. Selain itu, big no!”. “Lu yakin?” Eris bertanya tak percaya. Damar dan Sam mengangguk yakin. “Nggak asyik nih kalian” Tika mulai mengeluh. Sam hanya menggeleng-geleng. “Kalian harus nepatin janji, lho” ujarnya menggoda. Tika, Eris, dan Rara hanya bisa menghembuskan napas kesal.
Matahari sudah mulai menghilang dalam bangunan-bangunan tinggi yang berjejer di pinggir kota. Sudah waktunya pulang. Rara dan Damar mulai membereskan alat tulis dan tugas yang baru saja dikerjakan bersama teman-temannya. “Gue antar pulang, ya” tawar Damar yang tidak boleh ditolak Rara. Rara selalu mengangguk atau tersenyum untuk membalasnya. Sam, Tika, dan Eris masih duduk di kursi perpustakaan kota, menunggu jemputan Tika datang baru mereka akan pulang. Damar dan Rara pamit lalu berjalan beriringan meninggalkan bangunan tua perpustakaan kota tersebut.
“Menurut lo, kenapa Rara suka nonton drama Korea, Sam?” Damar bertanya sambil berpikir keras. “Lo nggak denger kemarin dia bilang apa?” Sam balas bertanya. “Lo tau sendiri kan, Rara pasti suka sesuatu karena nilai-nilai sosial atau kehidupannya” Damar membela pendapatnya. “Ya udah, lo tanya aja langsung ke Rara” saran Sam. Damar terdiam, tidak mengangguk atau pun menggeleng. Sam menoleh ke arahnya, “Hei, gue cuma nyuruh lo nanya tentang drama Korea, bukan nembak Rara. Nggak usah pake diem terpaku gitu, dong” goda Sam sambil tertawa keras. Damar hanya menoleh sebentar lalu melangkah pergi.
“Nggak sekalian beli makan, Ra?” Damar bertanya setelah sekian lama membisu. “Sari pasti udah masak. Dia lagi nyobain resep baru. Nanti juga pasti Damar diminta nyicip” jawab Rara sambil tersenyum. Senyuman yang bakal bikin Damar nggak bisa mimpi buruk. “Kamu kenapa segitu sukanya nonton drama Korea?” Damar memberanikan diri bertanya. Rara tersenyum, “Entahlah, semuanya datang tiba-tiba” jawabnya. “Tiba-tiba suka filmnya, dramanya, lagunya, orangnya, mungkin semuanya” Rara masih tersenyum. Damar menggeleng, “Kamu bukan tipe orang yang suka sesuatu karena tiba-tiba, Ra”. Rara tertawa, “Kamu memang serba tahu, Dam”. “Jadi, kamu nggak mau jawab pertanyaanku?” Damar mengembalikan topik pembicaraan. Ia sangat ingin tahu alasan yang sebenarnya, meski sudah ada sedikit gambaran untuk pertanyaan yang diucapkannya tadi. “Mungkin aku terlalu kesal, Dam” Rara berucap pelan. Damar menunggu kalimat selanjutnya, namun Rara enggan untuk berbicara.
Jalanan semakin sepi. Matahari sudah sempurna menghilang, di petang yang entah berapa lama dihabiskan Damar bersama Rara walau hanya dengan berjalan mengantarnya pulang. “Aku boleh bilang sesuatu?” tanya Damar saat mereka sudah tiba di gerbang kontrakan Rara. Rara mengangguk antusias, ia selalu menyukai petuah-petuah nasihat Damar. Rara dan Damar berdiri tepat di depan gerbang kontrakan Rara. “Kau hanya harus melupakan mereka, Ra…” Damar menggantukan kalimatnya, melihat raut wajah Rara yang bingung. “..orang-orang itu, yang terlalu sering mengungkapkan perasaan tanpa pernah mampu membuktikannya, membuktikan apa yang mereka ucapkan. Orang-orang yang omongannya palsu. Kau harus melupakan mereka agar bisa melihat ketulusan orang lain untukmu, Ra. Yang benar-benar tulus” kalimat panjang Damar terhenti. Ia mengutuk dirinya sendiri karena membicarakan hal yang tidak disukai Rara. Ia mengumpat dalam hati karena mungkin salah memahami alasan Rara tadi. Tapi, untuk apa? Semuanya sudah terlambat. Kalimat panjang itu sudah didengar Rara. Rara hanya diam. Damar yang mengira Rara marah padanya langsung membalikkan badan tanpa mengucapkan apa pun. “Damar…” Rara memanggil, Damar seketika menoleh. “Makasih” ucap Rara dengan senyum manisnya.