Beda Masjid, Beda pula Kedudukannya
Dalam kehidupan bermasyarakat seringkali kita dengar istilah strata sosial yang membedakan antara kehidupan masyarakat kelas atas dengan masyarakat kelas bawah. Masyarakat kelas atas yaitu masyarakat yang dihormati dan disegani di dalam lingkungan masyarakat. Sedangkan masyarakat kelas bawah adalah masyarakat yang pada umumnya tidak memenuhi kriteria sebagai masyarakat kelas atas.
Adanya strata sosial membuat kehidupan dalam masyarakat sedikit tidak harmonis. Karena dengan adanya hal itu, suatu kelompok masyarakat akan menganggap dirinya paling baik dan sebaliknya merasa direndahkan. Mereka seringkali berkumpul dengan anggota kelompok masyarakat yang sesuai dengan strata kehidupan mereka dalam suatu masyarakat dan enggan berkumpul dengan anggota masyarakat yang stratanya bukan dari kelompok mereka.
Hal serupa juga terlihat pada tokoh-tokoh agama di dalam suatu desa yang memiliki dua buah masjid yang berdekatan. Untuk memudahkan pemahaman, saya memberikan nama masjid itu dengan nama masjid Utara dan Masjid selatan. Kemudian jarak antara kedua masjid tersebut hanya 100 meter, misalnya. Pada setiap masjid terdapat pengurus-pengurus yang terdiri dari tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pengurus-pengurus itulah yang bertanggung jawab atas kegiatan-kegiatan atau hal apa saja yang berkaitan dengan masjid tersebut.
Dengan tujuan memakmurkan masjid, para pengurus bermusyawarah agar masjid tetap digunakan untuk beribadah. Akhirnya, setiap kali waktu shalat Jumat tiba masyarakat di desa itu menjalankan shalat Jumat di Masjid selatan pada minggu ini dan pada minggu esok masyarakat menjalankan shalat Jumat di masjid Utara. Begitu seterusnya sampai kegiatan shalat Jumat berjalan dengan lancar.
Akan tetapi, yang membuat hati miris adalah adanya cerminan strata sosial yang tidak seharusnya ada di dalam masjid. Maksudnya seperti ini, ketika shalat Jumat dilaksanakan di masjid Selatan misalnya, yang menjadi petugas pada saat itu seperti khotib, Imam, Muadzin pertama dan kedua hanya dipilih dari pengurus masjid yang terdiri dari tokoh agama dan tokoh masyarakat di masjid itu. Sedangkan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang menjadi pengurus masjid Utara diabaikan. Begitu juga ketika shalat Jumat dialaksanakan di masjid Utara maka yang menjadi petugasnya hanya berasal dari pengurus masjid Utara saja, sedangkan pengurus masjid Selatan diabaikan.
Strata sosial di dalam masjid ini semakin terlihat jelas ketika pengurus masjid yang satu dengan pengurus masjid yang lain atau pengurus masjid selatan dan pengurus masjid utara tidak berada dalam shaf yang sama. Karena, pengurus masjid utara yang digunakan sebagai tempat melaksanakan ibadah shalat Jumat, di shaf pertama hanya berbaris pengurus masjid Utara saja, sedangkan pengurus masjid Selatan yang sama-sama menjadi tokoh agama berada di shaf yang tidak tentu. Terkadang berada di shaf ke tiga, empat, lima, dan seterusnya. Begitu pun sebaliknya.
Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah patutkan perbedaan masjid menjadi tolok ukur kealiman seseorang? Pantaskah strata sosial di diterapkan ketika menjalankan ibadah? Laahaulawala kuwata illaa billah.