Bukan Seperti Sinetron Teman Makan Teman 1

Bukan Seperti Sinetron: Teman Makan Teman

Cerpen, Fiksi

Bukan Seperti Sinetron Teman Makan Teman

Sofie melipat baju di koper itu dengan renggutan dan wajah yang merah padam, airmatanya menetes dan terus menetes. ia benar-benar tidak menyangka dengan apa yang menimpa dan kejadian hari ini. pernikahan yang ia bina hampir 5 tahun kandas di jalan. semua karena ujian dari Tuhan. padahal ia pun tak pernah menginginkan hal ini. namun orang-orang di sekitar tak pernah bisa memahami hal itu, semua hanya mencibir dan memberikan hinaan dengan mengatakan bahwa perempuan yang tidak sempurna bahkan menerima kutukan dari Tuhan.
Semua berawal ketika ibu mertuanya datang ke rumah dan menetap disana bersama suaminy. selama ini kehidupan rumah tangganya baik-baik saja tak pernah terusik. ia pun sangat mencintai keluarga dan suaminya. suami yang pada awalnya sangat menerima kekurangannya namun tiba-tiba berubah setelah sang ibu datang dan menuntut kehadiran cucu. buah pernikahan sofie dengan Arman suaminya.
Awalnya berupa perkataan biasa saat kumpul keluarga atau makan malam, lalu lama-lama jadi sindiran dan akhirnya berubah jadi umpatan dan makian. sofie pun memahami keinginan ibu mertua namun apa daya, ia tida bisa memberikan cucu karena dari 2 tahun usia pernikahan ia telah kena kanker serviks dan akhirnya berubah menjadi petaka sehingga memutuskan untuk melakukan pengangkatan rahim.
Kanker serviks yang awalnya tak begitu ia pedulikan dan rasakan pertanda atau gejalanya. ketika menstruasi dulu zaman SMU berlanjut hingga kuliah ia sering merasakan sakit dan nyeri luar biasa di areal perut bawahnya. namun ia remehkan dan tidak peduli, paling ia akan membeli pil pereda nyeri haid yang dijual bebas. setelah itu reda dan berulang kembali pada bulang berikutnya, semuanya terasa bagai siklus bulanan yang biasa bagi sofie.
Pernah juga ketika awal kuliah dia diajak oleh temannya untuk melakukan Pap smear yakni pengecekan kondisi organ wanita untuk mendeteksi dini jika ada kanker atau penyakit yang berhubungan dengan organ wanita namun ia menolak dengan alasan malu dan takut. dan, kini semua berubah jadi penyesalan, seandainya jika dia mengikuti anjuran temannya, jika dia tidak malu atau keukeuh untuk tidak memeriksakan keadaanya dulu. namun nasi telah menjadi bubur dan tidak pernah bisa terulang atau berubah kembali.
Lamunan sofie buyar di depan cermin dekat tempat tidur dan kopernya yang telah tertutup rapi, ia memutuskan pergi dari rumah ini. ia melihat mertua dan suaminya arman duduk tenang masih di ruang tengah seolah tidak terjadi apa-apa, padahal tadi mereka bertengkar hebat dan arman pun sempat menampar sofie. ya, kekerasan dalam rumah tangga yang terjadi beberapa bulan ini. dan sofie pun menerima semua hingga tak pernah melawan selayaknya penerimaan perempuan dan doktrin ia terima dari ia kecil bahwa istri ialah “konco wingking” atau teman suami di belakang, dalam arti istri tidak boleh menuntut, tidak boleh melawan ataupun bersikap keras ke suami. walau apapun yang dilakukan suami terhadap seorang istri maka ia tak boleh membantah atau menolak.
Dan itulah yang dilakukan sofie selama ini, ia tak pernah melawan meski pernikahan yang awalnya begitu ideal namun berubah jadi petaka ketika sang mertua hadir dan muncul dengan segala tuntutan.masih terngiang perkataan suami yang menusuk hati dan hingga ia memutuskan pergi.
“ aku tuh malu, fie,, kamu gak bisa hamil-hamil! aku di bilang banci!” kamu ngerti gak siih perasaan ku fie,,,,!!! “ perkataan arman bagai bunyi halilintar di siang bolong di telinga sofie yang terisak-isak di kursi bak seorang pesakitan.
“tapi mas tau kan,,,, keadaan sofie dari awal, kenapa sekarang diperdebatkan?” sambil terisak-isak sofie menjawab
“ aalaaaah,,,, kamu tuh berani jawab juga “ ibu mertua tak kalah sengit.
“kamu itu menantu Aib di keluarga kami, kamu gak bisa kasih momongan ke arman , kamu tuh gak sempurna !! perempuan pembawa sial!!” maki ibu mertua berlanjut.
“ Ibu….. tega ibu bilang gitu, ya Allah,,, “ tangis sofie meledak
Arman menghampiri dan mencengkram lengan sofie. “ hentikan tangismu! semua yang dibilang ibu ku benar, selama ini aku buta dan nurut kamu, yang selalu bilang bahwa kita bahagia tanpa anak, kita bisa menjalani hari-hari dengan kebersamaan! ,, ternyata kamu bohoong!!” hardik arman menggila.
“sakit…..mas” kata sofie karena cegkraman tangan suaminya menyakitkan lengannya.
Armanpun melepaskan namun langsung menampar…plaaaaaakk!!! . sontak sofie histeris dan menangis masuk kamar dan arman berkata “ itu ganjaran yang pas karena kamu membohongiku, kita cerai! saya ceraikan kamu, pergi kamu dari rumah ini dan bereskan barang dan pakaianmu sekarang!” teriakan arman menggema dari ruang tengah.
Sofie tak menjawab lagi yang ada dia menangis namun tidak dengan keras, hanya airmatanya menetes dengan deras. dan ia pun mengepak baju dan semua barangnya dari lemari. ia kemudian keluar kamar dengan membawa koper dan ketika melintasi ruang tengah tak sedikitpun sapa yang diterima. Suaminya dan Ibu mertua diam seolah dia tak ada. sofie pun melangkah keluar menuju pintu dan keluar dari rumah itu.
Dengan langkah gontai ia ke jalan dan menghentikan taksi yang lewat untuk segera membawanya pergi, begitu taksi datang ia meminta sofie mengantarnya ke sebuah alamat yakni ke rumah temannya. sungguh ia tak mau pulang ke rumah orang tuanya karena sama saja akan membawa masalah baru dan ia tak mau orang tuanya akan merasa sedih mengetahui keadaanya. setelah taksi berjalan beberpa waktu kemudian ia berhenti di sebuah rumah mungil dalam kompleks perumahan dalam kota tersebut. sofie pun masuk, tampak pintu rumah terbuka dan bekas alat untuk menyemprot tanaman ada di meja teras. sofie menduga dian ada di rumah. Dian adalah sahabat sofie hampir 5 tahun ini, ia teman kantor suaminya namun mereka akrab dulu ketika ada acara gathering perusahaan dan ia diperkenalkan oleh suaminya. Dian adalah sosok wanita yang kalem, lembut dan sabar selama ini, semua keluh kesahnya biasanya selalu diceritakan ke Dian. sikapnya yang anggun dan bijak membuatnya nyaman dan suaminya pun Arman tak pernah keberatan dengan persahabatan mereka.
“assalamualaikum dian,,,,,,” sofie memberi salam
“ assalamualikum ……” sekali lagi sofie member salam, beberapa saat kemudian ada suara jawaban “ wa’alaikumsalam “ dan muncullah sosok dian, ia tampak terkejut namun air mukanya segera berubah.
“ada apa fie,, tumben “ kata dian.” loh,,, kok ada koper “ dian melanjutkan perkataannya sembari melihat koper yang ditenteng oleh sofie.
“boleh aku masuk, ntar aku cerita ,,,” kata sofie pelan
“ o iya,,, masuk dah ayoo,, ku buatin minum dulu ya, kamu kan suka wedang jahe, kamu duduk dulu” kata dian sambil meletakkan handphonenya di meja depan kursi lalu masuk ke dapur untuk membuatkan minuman. rupanya tadi dian masuk rumah menerima telpon pikir sofie.
“iya ,,, boleh dian…” kata sofie .
Tepat beberapa menit kemudian HP dian berbunyi, ada telpon masuk namun sofie tidak memperdulikan. lalu telpon tersebut mati dan berbunyi kembali, begitu juga selanjutnya hingga untuk yang ketiga sofie memutuskan untuk mengangkat dengan maksud untuk memberikan ke dian yang tengah di dapur membuatkan minuman. ia pun mengambil HP tersebut, dan matanya mendadak tak berkedip memandang foto profil panggilan yang masuk. foto yang membuat jantungnya rasanya berhenti berdetak beberapa lama. foto yang sangat familiar untuknya dan nama kontak yang mebuat lemas lututnya, mendadak jatuh di kursi.
“ MY LOVE”
Itulah nama kontak dengan foto sang suami Arman yang tengah tersenyum manis. semua seperti ledakan kembang api di kepala sofie. bumi rasanya berguncang dan tanpa pikir panjang ia pun pergi meninggalkan rumah itu tanpa mengangkat telpon itu dan meletakkan di meja. Secepat kilat ia naik taksi yang melintas di sana, di dalam taksi airmatanya tumpah lebih deras dari tadi. sampai sang sopir menatap dari kaca spion dalam mobil namun sang sopir pun maklum dan diam saja.
Sofie hanya diam dan hanya airmata yang terus mengalir terus tiada henti. kini ia tak tahu harus kemana lagi. haruskah ia ke rumah orang tuanya?. pertanyaan itu berkecamuk di otaknya. namun di tengah perjalanan ia meminta ke sopir taksi untuk mampir di depan dan ia pun turun dan setelah membayar ongkos taksi ia pun masuk ke tempat itu. suasana masih sepi. Masjid Nurul Iman itulah tujuannya saat itu. ia pun mengambil air wudhu dan segera sholat Dhuha.
Setelah sholat hanya isak samar-samar yang terdengar dari bibirnya dan tak henti kalimat istighfar itu mengalir. sofie sadar ia tengah diuji. Cuma itu saja pikirannya sambil tak henti mengucap dzikir dan tahmid.
——


Tinggalkan Balasan