Cara Membuat Konflik Novel Yang Menarik Bagi Pembaca
Disclaimer: Artikel Cara Membuat Konflik Novel ini kami tujukan bagi penulis pemula, Namun tidak ada larangan bagi penulis tingkat lanjut untuk menambah pengetahuan dari artikel ini
Secara epistimologi Konflik berasal dari kata kerja Latin configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya.
Namun dalam karya fiksi, baik cerpen maupun novel, konflik dapat didefinisikan secara sederhana sebagai masalah-masalah yang terdapat dalam cerita tersebut. kebanyakan masalah tersebut dapat diselesaikan di akhir cerita, namun banyak juga para penulis yang menggantungkan solusi kepada pembaca. Sehingga masalah pada akhir cerita terkesan tidak selesai.
Baca Juga : RESENSI NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY
Konflik dapat dikatakan sebagai hal yang sangat penting dalam karya fiksi. Jika karya fiksi diibaratkan sayur sup, sayur tersebut mestsi lah membutuhkan berbagai bumbu agar terasa enak. Begitulah konflik. Konflik harus selalu ada dalam karya fiksi sebagai bumbu penyedap kaya fiksi. Seperti layaknya bumbu, konflik tidak boleh terlalu sedikit sehingga akan membosankan, tidak juga terlalu banyak agar tidak terlalu berlebihan.
Membuat konflik terkadang memusingkan. Apalagi untuk penulis pemula yang masih membutuhkan banyak pertimbangan untuk menulis. Penulis pemula cenderung memikirkan logika yang tidak lepas dalam membuat konflik. karena terlalu fokus pada konflik yang terjadi pada tulisan sebelumnya, jalan cerita atau diksi justru tidak diperhatikan sehingga tulisan tidak dapat sempurna. Beberapa hal berikut mungkin bisa menjadi pertimbangan dalam membuat konflik dalam karya fiksi.
Membuat Konflik Kecil Dalam Novel
Usahakan membuat konflik-konflik kecil pada tiap bab (pada novel) atau pada tiap beberapa paragraf (pada cerpen). Konflik-konflik kecil tersebut sangat penting untuk menjadi benang merah pada tulisan selanjutnya. Konflik kecil ini tidak harus difikirkan secara mendalam. Semakin banyak konflik kecil yang nyaris tak terlihat, maka semakin banyak bahan tulisan yang dapat digarap dan dikembangkan. Intinya hanya harus mengingat apa saja konflik-konflik kecil yang terjadi pada tiap bab atau beberapa paragraf.
Konflik kecil secara kongkret dapat berkaitan dengan diri tokoh atau diluar diri tokoh. Misalkan saja pada paragraf kedua sebuah cerpen masalah kecilnya adalah tokoh utama kedinginan karena hujan lebat. Kemudian pada paragraf ketiga sang tokoh kelaparan karena terlalu dingin. Dilanjutkan lagi pada paragraf-paragraf selanjutnya diteruskan degan konflik-konflik kecil misalkan karena lapar ia berusaha mencuri, kemudian setelah mencuri ia merasa berdosa, lalu ia menyadari perbuatannya salah dan segera meminta maaf pada pedagang, kemudian karena kejujurannya ia diberikan makanan yang diambil secara gratis.
Jika peka dan terampil membuat konflik-konflik kecil, maka dapat dipastikan bahwa tulisan akan berkembang dengan baik. Karena dengan membuat dan mengingat konflik kecil, maka tiap paragraf atau bab yang dibuat akan banyak menuturkan sesuatu.
Mengaitkan Konflik-konflik Kecil Menjadi Konflik Besar Dalam Novel
Setelah menyelipkan konflik-konflik kecil, pada bab selanjutnya (novel) atau paragrap selanjutnya (cerpen), konflik-konflik kecil yang telah dibuat harus berusaha disambungkan dan diledakan dalam pembahasan selanjutnya. Cara termudahnya adalah menggabungkan semua konflik kecil dengan menyelipkan benang merah didalamnya, kemudian “ledakan” gabungan konflik kecil tersebut menjadi puncak permasalahan atau sering disebut klimaks pada novel atau cerpen. Konflik kecil yang baik dan teratur membantu membuat konflik besar yang alami dan tepat. Jadi sebelum memutuskan membuat konflik besar, awali dulu dengan memikirkan konflik kecil yang saling berkaitan.
Lupakan Pembaca Novel
Penulis Pemula cenderung memikirkan kesan pembaca yang akan membaca karyanya, karena perasaan yang kurang percaya diri. Penulis seharusnya perlu membebaskan pikiran dan ide-ide yang ditulisnya. Dengan demikian, konflik-konflik yang dibuat dalam tulisan akan terkesan alami. Konflik yang terkesan dipaksakan biasanya ditulis dengan memikirkan bagaimana tulisannya dibaca pembaca. Dengan membiarkan ide-ide dan pikiran bebas dan berjalan sesuai alur, konflik-konflik akan terbangun tanpa kita sadari. Jadi untuk penulis pemula, ada baiknya melupakan kesan pembaca terhadap tulisan anda. Kesan pembaca memang sangat membantu meluruskan dan menambah ilmu kepenulisan, namun untuk penulis pemula sebaiknya belajar membebaskan ide dan gagasan lebih dulu akan sangat membantu melatih kepekaan menulis.