Penghalang Cinta #Cerpen
Merasakan pertama kali lulus wisuda sebagai perawat S1 Keperawatan membuat aku tak lupa untuk bersyukur terus menerus karena sebuah proses pencapaian yang saangat panjang dan penuh liku-liku yang sangat dramatis. Siang itu hal tak terduga muncul seorang laki-laki yang satu tahun di bawah umurku memberikan setangkai mawar merah yang membuat aku tertegun sejenak dan bingung harus berbuat apa.”Aku cinta padamu” Apakah engkau mencintaiku juga? Sejenak aku terdiam dan tak mampu untuk berkata apa-apa karena hatiku baru hancur oleh Dodi sekitar 4 bulan lalu. Aku bingung dan menatap matanya yang penuh dengan keikhlasan sehingga entah dorongan apa yang membuat aku menerima cinta itu. Dimas sungguh bahagia dan memintaku untuk foto berdua. Aku bingung menyatakan suasana hatiku senang atau sedih.
Tapi aku langsung terburu-buru untuk pulang dari tempat itu. Dimas merasa terheran-heran dan menangkap tangan Dina. “Maaf aku langsung pulang karena orangtuaku sudah menunggu di luar tanpa menoleh ke arah Dimas.
***
Aku hanya menanggapi semua ini dengan biasa-biasa saja. Tapi tak disangka perhatiannya sangat berlebihan sehingga rasa ini tumbuh dengan cepat. Selama bersama dia hidup ini sangat berarti. Banyak hal yang diajarkan padaku. Dalam hidup ini ternyata kita harus menjadi diri kita sendiri. Aku sangat bersyukur dan banyak mengenal hal-hal yang baru. Sungguh sangat bahagia dan tak terukir perasaan ini yang tak mampu diungkapkan dengan kata-kata. “Dina aku ingin kamu menjadi ibu dari anak-anakku kelak nanti”. Dimas menyematkan cincin di jari manisku sehingga aku hanya mampu terdiam dan menerima cincin di jari manisku. Bahagia dan seperti putri raja yang duduk di atas singgasana yang megah. “Tapi aku takut untuk berumah tangga karena kedua orangtuaku tidak pernah akur selama mereka berumah tangga sampai sekarang.” “Mereka tidak pernah bersatu dalam segala sesuatu karena papaku hanya seorang laki-laki yang egois dan tidak pernah bertanggung jawab.” “Tenang Din, aku akan menjaga kamu sepenuhnya dan tidak akan pernah meninggalkanmu walaupun banyak rintangan yang menghalangi kita.
Aku hanya menatap dia dengan penuh linangan air mata yang sangat terharu. Aku merasa cinta sejati yang benar-benar tulus. “Aku sangat bahagia Dimas, kamu menerima aku apa adanya walaupun aku bukan wanita yang sempurna. Dimas memelukku dengan sangat erat sehingga tak pernah akan dilepaskan.
***
Sudah beberapa hari lamaran yang kami jatuhkan tidak ada yang satupun yang diterima dan tidak ada yang dipanggil. Hampir 3 bulan dan tak ada tanda-tanda aku dan Dimas akan bekerja. Nenek dari orangtua mama menganggap aku anak yang tidak bertanggung jawab dan sedikitpun tidak ada usaha. Padahal aku sudah berusaha dengan semampuku dan dengan segala kemampuanku. Aku bingung dan merasa sangat tertekan dengan perkataannya. Dimas pun bingung dengan keadaan yang ada. Selama dia lulus dari keperawatannya dia harus numpang hidup dengan pamannya. “Sayang, bagaimana dengan kehidupan kita ini selanjutnya? Apakah kita akan mendapat pekerjaan itu? “Aku takut.” Tenang sayang kalau kita bersabar dan terus berharap kepadanya pasti ada jalan keluarnya.” Iya sayang, makasih kamu selalu mendukung aku dan selalu ada disampingku”. Iya sayang aku akan tetap di samping kamu jika kamu tetap setia dan tak akan meninggalkanku. “Aku janji sayang tak akan meninggalkanmu.” Entah kenapa aku merasa sangat yakin akan apa yang dikatakannya dan pasti akan bersama dia. Hampir setahun kami menjalani hubungan ini dengan banyak rintangan dan masalah yang sangat begitu banyak. Walaupun beberapa hari yang lalu aku baru saja dicaci maki oleh saudara kandungnya yaitu kakaknya. Entah kenapa aku sangat bertahan walaupun tidak ada pembelaan dari dia. Mungkin ini yang dinamakan cinta? Atau entah apa namanya yang sangat pantas diberikan. Aku juga tidak mengerti apa yang bergejolak di dalam diriku. Aku tidak mengerti apa yang tidak disukai keluarga mereka dari aku. Semua teman-teman aku bingung melihat sikap aku kenapa aku selalu mempertahankan hubungan aku dengan Dimas. Sehingga pada suatu hari, Ma aku ingin merantau ke Kota yang sangat metropolitan dan ingin menumpang di salah satu keluarga Mama. Mama langsung setuju dan berharap bisa mendapatkan pekerjaan secepatnya.
***
“Pa, aku ingin merantau biar hidup lebih baik dan ingi secepatnya dapat pekerjaan. “Kenapa kamu harus merantau jauh? “Lebih baik disini saja kamu mencari pekerjaan.” Tidak perlu jauh-jauh karena cuman kamu anak perempuanku satu-satunya.”“Bagaimana kalau kamu disana tiba-tiba sakit dan tidak ada yang merawat kamu?” Tidak apa-apa Papa! Aku pasti baik-baik saja disana! Terserah kamu! Tapi kamu ingat kalau kamu disana jadi gembel dan tidak punya apa-apa jangan kamu mengadu kesini dan jangan anggap aku ayahmu lagi.” “Aku tidak pernah kau anggap ayahmu dan kau tidak pernah menghargai aku.” Dasar anak tidak tahu diri dan hanya menganggap dirimu lebih hebat daripada apapun.” “Kamu hanya mendengarkan kata Mamamu saja.” “Aku memang dipanggil Ayah di keluarga ini tapi hanya sebagai pajangan saja dan pelengkap di keluarga ini.” Tidak apa-apa! Terserah! “Tidak apa-apa kau tidak mendengarkan aku.” Aku akan diam saja! Lebih baik cari jalanmu sendiri dan jangan anggap aku Ayahmu lagi! Aku hanya terdiam dan menunduk sambil menguraikan air mata yang tertahan menjadi linangan air maya yang pahit. Satu minggu kemudian aku kembali menemui Dimas dan ingin pamitan kepadanya. Dia tertegun dan terkejut sehingga terdiam. Kenapa kamu tidak menunggu panggilan kerja disini bersama aku? Apakah kamu tidak mencintai aku lagi? Apakah kita tidak bisa berjuang bersama-sama? “Sayang, aku ingin kita terus bersama mengarungi semuanya tapi keadaanku sekarang memaksa aku untuk seperti ini dan aku berindak seperti ini.” “Aku juga tak ingin terjadi seperi ini.” “Apa yang mesti aku perbuat lagi dan aku tidak berdaya.” Aku ingin bertanya, apakah kamu sanggup menjalani hubungan jarak jauh ini? Apakah kamu sanggup untuk menunggu aku agar kita kembali bersama? Aku sanggup cinta! “Aku akan tak melepaskanmu walaupun jarak begitu jauh memisahkan kita” “Ini kuberikan cincin ini sebagai tanda cinta kita dan sebagai tanda keseriusan aku.” “Aku akan tetap menjagamu walaupun banyak rintangan di depan kita.” “Kita harus menjaga cinta ini dan tak akan ada yang memisahkan kita.” Baiklah sayang! “Aku juga janji akan tetap menjaga cinta ini dan hanya ada kamu di hati aku.” Dimas memelukku begitu kuat sambil airmatanya terus berjatuhan dan tak mampu melepaskan aku dari pelukannya. Aku merasakan kekuatan cinta yang begitu indah dan kuat dan sepertinya dunia ini milik kami berdua. Banyak rasanya di dada ini yang begitu menyesakkan sehingga aku merasa masih membutuhkan dia untuk selalu disampingku.
Dimas dan aku berjanji akan tetap menjaga cinta ini yang begitu kuat. Walaupun halangannya sebesar tembok cina yang begitu kokoh. Dimas dan sahabatku Nani mengantarku ke bandara dengan penuh linangan airmata. Aku berusaha untuk tegar, tabah dan kuat mengahdapi semua ini. Aku berangkat bersama nenek dan kakekku. Mereka yang mengantar aku ke kota metropolitan ini. Selama perjalanan yang aku rasakan tekanan batin yang kuat karena harus mendengarkan cercaan serta cemoohan yang membuat aku hanya menangi dalam hati. Dalam hati aku hanya berkata “Tuhan kuatkan aku mengahadapi semua ini.” “Aku tahu aku banyak melakukan kesalahan sehingga engkau memberikan cobaan yang berat ini.” Aku hanya mampu berkata-kata dalam hatiku dan ingin secepatnya semua ini berakhir sehingga aku merasa nyaman untuk menjalani hidupku. “Aku bertanya dalam hatiku, apa salahku terhadap nenekku sehingga ia begitu membenciku dan aku hanya dari beberapa bulan yang lalu selalu disudutkan mereka. “Apakah ada salahku yang terbesar atau ada salah yang lain tak sengaja aku perbuat untuk dirinya? Aku bingung dan tidak bisa melawan semua itu. Aku seperti kotoran yang tak pantas untuk dibuang.Oh sungguh sangat sakit! Sehingga aku tidak bisa merasakan kakiku ini menginjak bumi. Apakah tidak ada tempat untukku? Apakah aku memang pantas dibuat seperi ini? Apakah Tuhan benar-benar murka kepadaku? Padahal aku selalu untuk berusaha mematuhi kedua orangtuaku dan sedikitpun aku tidak punya keberanian untuk melawan mereka. Apakah aku harus selalu menderita? Kenapa setiap yang aku inginkan selalu susah aku dapatkan dan sepertinya rencana hidupku selalu buntu. Aku tidak mengerti apa yang akan terjadi dibalik semua ini. Apakah rasa seperti ini selalu aku rasakan dan tak ada yang berpihak kepadaku? Kalau bisa aku berteria di dalam hutan dan tak ada yang mengahalangiku pasti rasa sesak dada ini akan hilang sehinnga begitu lega.
***
Sampai di kota yang begitu metropolitan ini, serasa semua ini begitu akan memijakkan surga yang tak pernah aku lihat sebelumnya. Kota ini banyak begitu mmberikan impian dan harapan yang harus diwujudkan. Apakah aku sanggup akan berjalan menapaki kota ini? Apakah aku hanya akan bermimpi dan tak terwujud? Apakah kota ini akan menjawab dan mengakhiri penderitaanku? Kota ini begitu padat sehingga beragam orang yang harus aku temui dan berinteraksi satu sama lain. Aku akan berjuang dengan kedua tanganku dan kedua kakiku walaupun ada badai tsunami terbesar dalam hidupku. Aku tahu ini akan tak mudah dan harus dengan semangat juang yang tinggi. Aku hanya bisa berdoa kepada Tuhan dan penuh berharap kepada-Nya. Hampir sebulan lewat aku tak bisa menemukan pekerjaanku sehingga rasa frustasi dihadapku begitu sangat tinggi dan tak mampu aku mengendalikan rasa ini. Selama di kota ini, aku berharap penuh bisa ada yang mengendalikan perasaan ini dan mampu menemani aku dalam kegelisahan. Dimas yang dulu begitu sangat memperjuangkan hubungan ini sedikit-sedikit berubah dan hampir tak terdengar kabarnya. Aku seperti kehilangan kontak dengannya. Apakah dia tak mencintaiku lagi? Apakah dia tak sanggup menjalani hubungan jarak jauh ini? Kenapa semuamnya begitu kejam terhadapku? Apakah aku tak pantas mendapatkan kebahagiaan? Apakah aku tak berhak memperoleh cinta sejati dalam hidupku?
***
Aku merasa minder dan malu melihat akun fb teman-teman aku yang melampirkan semua foto-foto mereka yang sudah bekerja di Rumah sakit terbesar di kota ini. Kenapa aku tak bisa seperti mereka? Sampai sekarang aku belum bisa mendapatkan pekerjaanku. Apakah Tuhan benar-benar tidur dan tak sedikitpun ingin membantuku? Tuhan berikan aku kuasa-Mu! Hampir setiap hari itu saja yang bisa aku ucapkan di dalam bibirku sehingga aku seperti anak yang tak mampu berbuat apa-apa di dalam hidupku ini. Tiba-tiba dalam lamunanku handphoneku berdering dan mengejutkan aku dalam lamunanku. Dari kejauhan terdengar seperti suara seorang wanita tapi dengan memakai nama Dimas, Hai kamu temannya Dimas ya? Mengapa kamu selalu menghubungi Dimas? Kamu pacar atau teman? Aku terkejut dan tertahan bibirku untuk bicara sehingga aku berusaha tarik napas panjang dan berusaha untuk berkata” Ya, ini dengan siapa ya? Saya memang pacar Dimas! Ya saya dengan tantenya! Hai, kamu harus tahu ya jangan ganggu Dimas lagi! Dia sudah kami jodohkan dengan orang lain. Kamu itu tidak pantas untuknya! Lho, memangnya ada apa tante? Kamu itu orang Karo dan kami sekeluarga tidak setuju dengan adanya orang karo! Orang karo itu latar belakangnya sangat buruk! Di keluarga kami memang sudah ada yang menikah dengan orang karo tapi kami tidak mau terulang kedua kalinya dengan kejadian yang sama! Kamu mengerti! Kamu harus putuskan hubungan dengan Dimas dan jangan ganggu dia lagi! Aku tak mampu berkata dan hanya ingin menangis saja. “Kalau begitu tante mana Dimasnya aku ingin bicara dengan dia agar bisa memutuskan hubungan kami.” “Ya, ini aku Dimas. “Dimas kamu sudah mendengar apa kata-kata tante kamu terhadap aku, lebih baik kita memutuskan hubungan kita saja dan kita berteman saja.” Kamu kok diam saja? Apakah kamu tidak ingin mengatakan sesuatu? Dengan nada yang begitu berat, Ya, lebih baik kita berteman saja! Tiba-tiba suara dari sana tidak terdengar apapun dan Dimas mematikan teleponnya begitu saja. Airmata yang tertahan kembali bercucuran begitu saja membasahi pipiku. Kenapa Dimas tak ada sedikitpun membela aku? Padahal dia sendiri berkata apapun terjadi dalam hubugan ini akan diperjuangkan bersama-sama. Kenapa tadi dia hanya diam saja? Oh! Kenapa masalah ini terus berdatangan dan hanya ingin sepertinya membunuhku saja? Aku serasa tidak sanggup melewati semua ini. Aku masih mencintai dia. Apakah kami tidak akan pernah bersatu? Kenapa dia begitu menyerah?
***
Hampir dua minggu setelah kejadian itu, dia tak pernah mengubungi aku lagi. Sehingga aku tidak begitu percaya lagi dengan yang namanya cinta. Dari kejadian yang beruntut menimpa diriku tiba-tiba aku dipanggil kerja di rumah sakit swasta kecil di kota ini. Gaji yang begitu minim membuat aku untuk mengelola binis yang lain. Dalam hatiku aku harus kuat dan tak akan pernah mundur dalam hal apapun sehingga aku akan meraih cita-citaku. Walaupun cintaku melayang dan tak teraih kembali aku yakin suatu saat akan indah pada waktunya. Aku berjuang penuh dengan doa dan harapan walaupun semua serasa berat untuk mengarunginya.
Cerpen Penghalang Cinta