Diantara dinding dinding Sekolah
Biarkan ku menyapa mentari kala cahayanya menyilaukan jalanan pagi yang ku jelajahi, walalupun jalan ini terasa panjang namun amat ku nikmati langkah demi langkah yang kulalui. Di pagi yang cerah aku mengayun langkah menelusuri jalan kecil desa yang kadang terasa asing bagiku, Ya.. Aku memang baru tinggal di desa ini sekitar seminggu yang lalu, aku dan keluargaku pindah dari pulau seberang menuju desa ini, sebenarynya desa ini metupakan tanah kelahiran ayahku, namun berhubung dia di tugaskan di pulau seberang untuk menjalankan tugas negara, akupun ikut tinggal disana sampai aku duduk di bangku kelas 2 sekolah dasar. Hari itu merupakan hari pertamaku pindah ke sekolah itu untuk kelas 3 sekolah dasar, pertama kali memandang sekolah itu ya rasanya memang bahagia, Sekolah itu memang lebih indah daripada sekolahku dulu karena memiliki taman yang Indah dilengkapi dengan perpustakaan dan kantin yang bagiku cukup besar di bandingkan sekolahku dulu. Pertama kali masuk kelas sebagai murid baru aku diantar oleh seorang guru menju kelas, sesampai dikelas aku mulai melihat semua mata sudah tertuju padaku, mereka seakan menapku heran mungkin dalam fikiran mereka” siapa dia ?”, akupun dengan suara pelan memperkenalkan diri
”naamaaa.. ku.. Yuly..”
suaraku begitu pelan hampair tidak terdengar oleh mereka, setelah itu guru mempersilahkanku duduk dan melanjutkan pembelajaran. Duduk dibangku pojok bersama teman duduk yang kadang terheran melihatku, dengan kulit gelap dan rambut pirang mungkin terasa aneh bagi mereka. hal pertama yang terasa saat ku bertemu teman temanku, mereka terlihat sisnis dan sedikit terheran heran. Aku adalah gadis yan pendiam dan hanya melihat bebawaha saat ku berjalan, entahalan menngapa aku begitu pendiam kala itu.
Hari hari berikutnya teman temanku mulai megejek dan seakan tak menerima kehadirangku dikelas itu, akupun tak tau mengapa dan apa salahku terhadap mereka. mereka tak segan segan memanggil nama jeleku dan berkata sesuatu yang kadang menyakitkan hatikku tanpa mereka sadari,
”hei.. murid baru kenapa kamu pindah ke sekolah ini, mengapa kau tak pindah kesekolah lainnya ?”
Tanya salah satu dari temanku yang tak kuhafal namanya saat itu,
‘aku hanya bisa terdiam seribu bahasa. Hari hari berlalu dan keadaannyapun seakan menjadi jadi, aku selalu berada pada sudut tembok kelas itu, menjalani hari hari belajarku diseolah itu seakan sendiri, teman temanku yang lain seakan tak ingin menemaniku, mereka lebih memilih bergaul dengan taman yang lainnya. perasaanku semakin sedih” mengapa mereka tak mengajaku bergabung ?, mengapa mereka memisahkan diri ?”, aku terus bertanya apada hati dan nuraniku, namun tetap kukuatkan diriku dan aku hanya berfikir ini hanyalah sementara, aku yakin suatu saat waktu akan mengubah segalanya.
Tak terasa satu semester kulalui di sekolah itu dengan ketabahan hatiku. pelajaran yang kuhadapai terasa sulit bagaiku karena aku belum sempat menerima pelajaran seperti itu disekolahku yang dulu, sekolah ini memiliki kualitas yang lebih baik, aku berusaha sedikit demi sedikit memahami pelajaran yang diberikan walawpun tidak sepenuhnya, Ayahku selalu membantuku mengejarakan tugas, dulu diseolahku yang lama aku selalu menjadi juara, namun saat ini aku seakan harus lebih bekerja keras untuk mewujudkannya. saat itu pembagian rapot untuk kami, akupun mulai gelisah karean dirapotku aku selalu tercatat menjadi juara namun sekarang aku tak tau akan mendapatkannya atau tidak di sekolahku yang baru, Guruku membacakan satu persatu nama untuk dibagikan rapot secara bergiliran.
” Baiklah selanjutnya Yuly Aulia”
Namaku dipanggil kedepan, dengan langkah pelan aku mengambil rapotku, kebuka perlahan. betapa bergetar diriku ketika kolom ranking dalam raoptku ksong, ternyata aku tidak mendapatkan rangking, temanku datang menghampiriku
” dapat rangking berapa? ”
” Tidak dapat” ucapku kepada mereka
” katanya pinter tapi kenapa gak dapat rangking ?”
tamanku yang lain ikut menjawab
” Ya kamu tau tidak anak anak disekolah ini pintar pintar, jadi kamu mana bisa dapt rangking”
Aku hanya tertunduk segala yang mereka ucapkan aku ingat baik baik, namun aku tak berkata apa apa. Aku hanya menganggukan kepala, bagiku ini adalah tenatang waktu tak perdui apapun yang mereka katakan, tak perduli betapa pahitnya itu, di dala fikiranku” aku pasti bisa”.
Hari hari libur semester kujalani hanya dirumah, belajar dan terus belajar dibantu dengan ayah ibuku yang stia mendampingiku dan memberi semangat. Setelah satu minggu berlalu aku kembali menapaki jalan itu menuju sekolah. Hari hari belalu dan teman temanku belum ada perubahan, tak jarang mereka sering membicaranku di belakang salah satu temanku memberitauku
”kamu kau gak kamu itu sering dibicaran sama mereka di belang ?”
aku menjawabnya” ya biarkan mereka”
Teman temanku yang perempuan sering berkumpul di bangku pojok atau di luar kelas dengan beberapa teman lainnya sedangkan aku hanya duduk sendiri tanpau tau harus mengobrol pada siapa, akupun selalu berfikir” mengapa mereka seperti itu, apa salahku pada mereka ?”, tak jarang air mata ini berlinang denagn sendiriya, perasaan sedih yang tak bisa kuhindari, ya aku sedih. Waktu seolah berputar, ku mulai tumbuh menjadi anak yang lebih baik lagi, aku menoba memperbaiki diriku dari penampilan dan kerajinan. Aku selalu mencoba belajar dan belajar, hampir semua pelajaran yang diberikan aku coba untuk pelajari sebaik mungkin. Aku juga mencoba menelan segalan kesdihanku dan memcoba membangun diriku, hingga akhirnya pada kenaikan kelas aku mampu meraih rangking lima besar di kelas itu, meReka mungkin heran mengapa aku demikian hebatnya mampu loncat menjadi rangking lima besar. sejak saat itu mereka mulai menghargai saya, mereka juga terkadang bertnya pelajarn kepada saya wlawpun tidak jarang sebagian dari mereka iri karena rangking mereka digeser olahku.
Hari haru berikutya mereka mulai tersenyum dan meNyapaku tak jarang mereka mngajaku bermain dan makan bersama dikantin, sungguh terasa berubah, aku berfikir setiknya mereka hari ini mampu menghargai diriki dan bahwasanya aku bukanlah seseorang yanng bisa mereka remehkan seperti itu. Hingga saat itu aku selalu berusaha menjadi yang lebih baik, dan aku harap pertemanan yang mereka berikan bukanlah suatu kepalsuan namun ketulusan, begitulah diriku dan mereka dalam duniaku yang penuh cerita dalam dinding dinding sekolah.