My Dream

Cerpen, Fiksi

my dream

Menjadi seorang Idola adalah mimpiku sejak dulu. Bisa berdiri di atas panggung megah adalah cita-citaku. Aku sangat senang apabila bisa menyaksikan langsung penyanyi terkenal seperti Agnes Monica, Melly Goeslow, Sherina Munaf dan lainnya dengan penampilan mereka yang menakjubkan. Dan tentunya dengan suara mereka yang menakjubkan pula. Maka tak heran untuk mewujudkan mimpiku aku kerap kali mengikuti ajang pencarian bakat, khususnya yang di adakan beberapa stasiun TV swasta. Meskipun tak kupungkiri penolakan sering kali kuterima, tapi aku yakin untuk kerja kerasku Tuhan tidak akan berdiam diri saja. Bukankah setiap usaha akan dibalas-Nya?

“Jefri, cepatlah nak, nanti kau terlambat ikut audisi.” Kata ibuku, sosok yang selalu mendukungku tanpa kenal lelah sedikitpun. Mendengar itu kupercepat tubuh ini memakai sepatu dan mengambil tas punggung di atas rak sepatu.
“Baik Bu, Jefri siap. Doakan ya Bu…” kataku kemudian tak lupa kucium pipi beliau.

Kini kupercepat langkahku menuju tempat audisi pencarian bakat yang di adakan salah satu stasiun TV swasta nomor satu di Indonesia itu. Sesampainya aku di sana kuedarkan pandanganku melihat lautan peserta yang sudah menunggu sejak pagi. Entah berapa ribu orang di sini. Beberapa dari mereka ada yang duduk sembari mengipasi wajahnya yang kepanasan, ada yang berdiri sembari bernyanyi sendiri, ada yang melatih gerakan tari, ada pula yang asik mengobrol bersama teman-temannya. Sementara aku yang memang terlambat kini berada di antrian ke dua paling belakang dan berlatih Vokal sendirian.
“Maaf Mas, suaranya bisa di perkecil tidak? Saya juga sedang latihan.” suara laki-laki di belakangku. Sontak aku pun menoleh.
“ Oh ia mas, maaf.” Jawabku sedikit menunduk dan kini kuperkecil volume suaraku.

Setelah menunggu empat jam lebih di atas teriknya matahari, akhirnya aku pun sampai di depan Juri. Deg degan. Itulah yang kini kurasakan, wajahku sedikit pucat, namun untung hal ini bukan kali pertama sehingga beberapa menit kemudian aku pun bisa menguasai diri.
“Silahkan.” Kata salah satu juri perempuan. Yang tentunya seorang penyanyi. Aku pun mulai bernyanyi dengan gaya yang sudah kulatih setiap harinya.
“Cukup.” Kata seorang juri laki-laki. Yang juga artis sekaligus penyanyi terkenal itu.
“Lebaaaaayyy!… suara dan gayamu terlalu lebay, aduuuuuh… maaf ya, saya nggak suka sama sekali..” Lanjutnya santai sembari bertopang dagu. Dia terlihat enggan melihatku. Bahkan kurasa dia seolah memandangku dengan jijik . Mendengar itu aku pun hanya bisa menunduk. Kecewa sekaligus sedih.

Kata-kata juri laki-laki itu terus terngiang-ngiang di kepalaku . (“Lebaaaaayyy! suara dan gayamu terlalu lebay, aduuuuuh… maaf ya, saya nggak suka sama sekali… kecewa, sedih, mungkin sudah sering kali kurasakan. Namun kali ini terasa berbeda, kali ini begitu menyakitkan. Tak terasa air mataku menetes perlahan. Setitik bulir cairan putih ini mengalir begitu saja. Aku bukanlah laki-laki yang cengeng. Hanya saja memikirkan Ibuku di rumah yang selalu mendukungku itu membuatku seperti ini. Aku takut mengecewakan beliau. Aku takut membuat beliau sedih. Sosok Ibu yang sangat kusayangi.

“Udah pulang Nak, ayo masuk dulu. Makan sama Ibu.” Kata Ibuku setelah melihatku dari balik pagar rumah.
“Bagaimana audisinya tadi Je.” Tanya ibuku memulai pembicaraan setelah kami berada di ruang makan.
“Baik-baik saja bu” jawabku singkat berusaha menyembunyikan kekecewaan dan raut wajah sedihku.
“Sudahlah, tidak apa-apa. Ayo makan, kamu pasti capek antri dari tadi siang. Lagian kamu masih punya pekerjaan Je, penyiar Radio gajinya kan juga lumayan.” Sambung Ibuku. Mendengar itu aku hanya mengangguk saja. Memang benar aku adalah seorang penyiar radio di salah satu Radio di Medan. Tempat kelahiranku. Tapi hal ini tidak menyurutkan semangatku untuk bisa menjadi seorang penyanyi. Yang memang cita-citaku sejak dulu. Namun tidak dengan kejadian barusan yang membuatkan kini patah semangat, sedih, dan kecewa pada diriku sendiri. Padahal aku sudah menyiapkan diri secara matang. Ah… mungkin nasib tidak berpihak padaku.

Dua tahun kemudian
Tak sengaja kuliat selembaran audisi pencarian bakat di salah satu stasiun TV swasta. Tapi kali ini cakupannya lebih luas lagi , yaitu menjadikan pemenangnya Idola ASIA. Awalnya aku tidak tertarik sama sekali, karena mengingat berbagai kegagalan yang kuterima di setiap mengikuti audisi. Sunggguh, kejadian dua tahun yang lalu masih melekat di benakku, bagaimana sang juri mengatakan suara dan gayaku yang terkesan terlalu berlebihan. Bagaimana dia dengan begitu entengnya menyuruhku berhenti menyanyi padahal aku sudah menunggu selama berjam-jam di atas teriknya matahari siang itu. Namun sungguh, Ibuku. Sang wanita teguh itu, sekali lagi mendorongku untuk berusaha menggapai cita-citaku. Beliau selalu berkata, tak ada kata lelah untuk berusaha. Tak ada kata lelah untuk berjuang. Dan tetaplah yakin, Tuhan akan selalu bersamamu dan tidak akan menutup mata melihat perjuanganmu.
Mendengarnya aku sedikit terharu, tidak, bukan sedikit. Tapi aku menangis tersedu-sedu. Menyadari kesalahanku selama ini yang berputus asa mencapai mimpiku. Kini semakin kusadari, bukankah setiap kesuksesan berasal dari bawah? Bukankah mereka yang sukses itu tak pernah kenal lelah?

29 Januari 2012
Kulebarkan langkahku menuju tempat audisi. Tentunya banyak sekali peserta di sana. Beberapa menit kemudian namaku pun di panggil. “Jefri Haris Gurusinga” kata sebuah suara. Dan aku pun menuju ke sumber suara itu.
“Namamu Jefri?” tanya seorang artis perempuan yang juga seorang Juri.
“Ya. “ Jawabku
“Apakah grogi?”
“Ya, sedikit. Tapi saya harus bisa.” Jawabku menyakinkan diri sendiri.
“Oke silahkan.” Katanya mempersilahkanku bernyanyi. Aku pun mulai bernyanyi. Ku keluarkan semua kemampuanku. Ku coba juga mengajak penonton mengikuti nyanyianku. Dan aku berhasil, mereka ikut bernyanyi meskipun ada beberapa juga yang tidak. Ku coba menyanyiakan lagu dengan penuh perasaan dan menikmati lagu yang kunyanyikan sampai lagu itu pun selesai.
“Jefri, kamu entertainer banget, kamu punya karisma, kamu bisa mengajak penonton untuk menikmati lagumu, menurutku itu sangat bagus untuk seorang penyanyi. Good luck.” kata Juri perempuan sembari menunjukkan jempolnya padaku. Mendengar itu aku sangat senang sekali.
“ Makasih, Thank you.” Ucapku tidak bisa menyembunyikan rasa bahagiaku.
“Jefri, kamu penyiar radio?” Tanya juri laki-laki yang sekaligus seorang penyanyi.
“Ya.”
“Jefri, kamu tadi bagus sekali, saya ingin bertanya. Apabila nanti kamu menang kemudian di berangkatkan ke Korea. Apakah kamu mau meninggalkan pekerjaanmu?”
“Ya, karena impian saya sejak dulu adalah menjadi penyanyi dan saya berharap akan bisa berhasil di ajang ini. Semoga. Amin.” Jawabku penuh harap.
“okeee… Jefri.” Kini suara Juri laki-laki lainnya.
“Ya mas.”
“Kamu tadi agak-agak kontrol nyanyinya, terlalu hati-hati. Tapi tidak apa-apa, itu bisa dilatih. Yang tidak bisa di latih itu karisma , dan kamu punya itu. Betul kata juri perempuan kita ini, kamu punya karisma dan itu adalah modal untuk penyanyi atau entertainer. Seandainya nanti, kamu kami berangkatkan ke Korea dan menang. Banyak sekali yang harus kamu ubah. Dan kamu harus sanggup. Okeeee… semoga sukses Jefri.” Lanjutnya sembari tersenyum padaku. Dan kini aku yakin mimpiku sudah di depan mata.
Rasa bahagia itu hanya sementara saja. Setelah kami di berangkatkan ke Korea, kami harus menjalani training yang sangat padat dan keras. Itupun setelah aku dan tiga kawanku berhasil menjadi pemenang dan melewati berbagai seleksi. Latihan yang cukup lama dan keras itu tidaklah sia-sia. Akhir bulan oktober kami kembali ke tanah air dan di debutkan sebagai idol grup Superstar Four.

1 November 2012
Kini di sinilah aku berdiri. Di atas panggung megah sebuah show case di negeri gingseng Korea. Rasa bahagia sekaligus terharu tidak bisa ku tahan lagi. Sungguh Luar biasa. Ibu… perjuanganku tidak sia-sia. Doa tulusmu di jawab-Nya. Dan aku yakin Tuhan tidak pernah menutup mata.

Catatan : Cerpen ini karya penulis berinisial E.K. dan dipublikasikan pada FP Stroy of Life.


Tinggalkan Balasan