Kado Terindah di Bulan Desember
Aku menuliskanmu selepas adzan subuh, ditengah hembusan angin setelah hujan tengah malam dan ditemani langit terakhir dibulan desember. Kepadanya selalu ku kisahkan kepedihan yang sama. Entah sudah yang keberapa kali aku mengulanginya. Mungkin pendengarannya sempat digerogoti kebosanan.
Akhirnya masa ini datang lagi. Dengan segala kejatuh bangunan yang berhasil ku iringi sampai sejauh ini. Kerapuhanku selalu disaksikan olehnya yang tak mampu ku jamah keberadaanya.
Kesepianku seringkali berteman dengan kenangan. Ia terlihat begitu akrab. Saling menceritakan masa dimana kebahagiaanku masih berpihak. Bersama mereka aku merasa digerogoti ketidakberdayaan. Karena selepas kepergiannya, sepi dan sunyiku tak pernah lebih riuh dari ini.
Seseorang kerapkali membuatku tersadar, bahwasanya kita semua adalah hanya seonggok takdir. Seonggok takdir yang akan selalu berjalan beriringan, menunggu masa dimana mereka harus berhenti berjalan.
Sebelumnya aku tak tahu rindu itu apa, tapi setiap kali mengingatnya, rasanya sesak menghujam dada. Penglihatan perih tak terbendung dan sekujur tubuh lemas. Ternyata rindu itu sesakit ini.
Untuknya yang selalu terbayang, kerapkali ku menyebutkannya sebagai hadiah terindah dibulan desember. Dengan segala kehangatannya yang seolah tak ingin berhenti untuk ku nikmati.
Selamat ulangtahun Ayah, rayakanlah hari indah ini bersama Tuhan. Semoga kau selalu berbahagia bersamaNya. Salam rindu yang teramat mendalam dan begitu menyiksa dari keluarga kecilmu ini. Selamat ulangtahun yah, maaf untuk segala ketidakmampuanku untuk menahanmu pergi. Terimakasih desember, semoga raga rapuh ini bisa menemukanmu kembali dilain kesempatan.