LATAR BELAKANG PENULISAN NOVEL “PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY

Buku, Non Fiksi, Resensi

 

LATAR BELAKANG PENULISAN NOVEL PEREMPUAN BERKALUNG SORBAN KARYA ABIDAH EL KHALIEQY

SINOPSIS NOVEL

Tokoh utama novel ini bernama Annisa. Ia lahir dan tumbuh di kalangan pesantren yang memegang adat keagamaan secara kokoh. Namun seiring perkembangannya, Annisa mulai merasakan adanya perlakuan yang ganjil bagi dirinya. Ia merasa haknya dikecikan jika dibandingkan dengan saudaranya yang lain. Annisa tak diijinkan berlatih menunggang kuda seperti saudara laki-lakinya, ia tak diijinkan berbicara dan mengemukakan pendapatnya, ia harus diam saat di meja makan, ia tak boleh terlambat bangun dan harus rajin serta masih banyak lagi perlakuan berbeda yang diterima oleh Annisa dari orang tuanya sendiri yang merupakan Kiyai terhormat di pesantren.
Annisa sudah lama menyampaikan protesnya akan tetapi tak ada yang mau mendengarkannya. Satu-satunya yang mendukungnya bernama Khudori. Ia sebenarnya masih kerabat Annisa. Namun benih cinta di antara mereka tak bisa disembunyikan. Hanya saja, berjalannya waktu, Khudori akhirnya harus terpisah dari Annisa sebab ia melanjutkan pendidikannya di Cairo Mesir. Tinggallah Annisa sendiri di lingkungan pesantren. Namun hubungan mereka masih berlanjut lewat surat-surat. Setelah Annisa lulus dari Sekolah Dasar, ia kemudian dijodohkan dengan seorang anak Kiyai terpandang bernama Samsyuddin. Annisa tak setuju atas pernikahan tersebut tapi ia tak kuasa menolak. Pada akhirnya ia tak bahagia dengan pernikahan itu sebab selain tanpa cinta, Syamsuddin juga bukan pribadi yang menyenangkan. Ia kasar dan sering menyiksa Annisa bahkan saat berhubungan intim sekalipun. Perlakuan itu berlanjut hingga suatu waktu datang seorang wanita yang tengah hamil tua dan mengaku anak dalam perutnya adalah keturunan Syamsuddin. Annisa kemudian rela dipologami.
Annisa sebagai isteri pertama menjalin hubungan yang baik dengan isteri kedua suaminya. Mereka bahkan tak segan berbagi. Namun, kembalinya Khudori ke Indonesia membuat Annisa berani menceritakan semua kekejaman Syamsuddin terhadapnya. Akhirnya, ia memilih bercerai. Rasa cinta Annisa dan Khudori tidak bisa disembunyikan. Hanya saja keduanya terganjal restu. Akhrnya mereka memutuskan hidup masing-masing sambil menunggu restu juga masa iddah Annisa habis. Annisa melanjutkan kuliah di Jogjakarta sementara Khudori sibuk bekerja. Singkat cerita, Khudori akhirnya meminang Annisa dan menikah atas persetujuan keluarganya. Mereka hidup bahagia dan dikaruniai anak bernama Mahbub. Namun suatu waktu di sebuah pesta, pasangan ini bertemu dengan Syamsuddin yang masih menaruh dendam. Hingga pada akhirnya Khudori dikabarkan meninggal akibat kecelakaan. Annisa meyakini kematian suaminya disebabkan oleh Syamsuddin. Tapi ia tak punya bukti yang cukup. Ia pada akhirnya memilih ikhlas dan hidup bersama anaknya.

ALASAN PENULISAN NOVEL

Abidah El Khalieqy tidak hanya dikenal sebagai penyair, tapi juga novelis yang produktif. Lima novel telah ditulisnya, selain buku kumpulan puisi dan kumpulan cerita pendek. Salah satu novelnya, Geni Jora, memenangi Lomba Penulisan Novel Dewan Kesenian Jakarta 2004. Perempuan kelahiran Jombang, 1 Maret 1965, yang mulai menulis sejak usia 12 tahun ini pernah memperoleh penghargaan seni dari Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1998). Tahun lalu ia menerima Ikapi dan Balai Bahasa Award.
Melalui karya-karyanya, istri penyair Hamdy Salad ini menyuarakan persoalan perempuan. “Dalam benak saya, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Jadi, menurut saya, kondisi perempuan sudah sangat parah,” ujar ibu tiga anak ini.
Namanya melambung setelah novelnya, Perempuan Berkalung Sorban (2001), diangkat ke layar lebar oleh sutradara Hanung Bramantyo. Apalagi setelah film tersebut menuai kontroversi. Beberapa adegan di film Perempuan Berkalung Sorban (PBS) dianggap melecehkan pesantren dan kiai. Namun perempuan yang pernah mengenyam pendidikan di Pondok Pesantren Putri Modern Persis, Bangil, Pasuruan, Jawa Timur, dan IAIN Kalijaga, Yogyakarta, ini berpendapat lain. Hal itu justru menunjukkan kecintaannya terhadap kiai dan pesantren dengan mengetengahkan kritikan konstruktif.
Perempuan Berkalung Sorban pada awalnya merupakan ide YKF (Yayasan Kesejahteraan Fatayat), LSM milik Nahdlatul Ulama Yogyakarta, untuk membuat suatu novel tentang pemberdayaan perempuan. Novel ini bertujuan mensosialisasi hak-hak reproduksi perempuan yang sudah diratifikasi oleh PBB. Penulis diminta mengadakan riset tentang hak-hak reproduksi perempuan selama hampir dua tahun. Riset lapangan untuk memberi setting tempat dan yang fisik-fisik selama tiga bulan, di Kaliangkrik, Kajoran, Magelang, Jawa Tengah. Di satu kampung ada banyak pesantren salaf. Lokasinya di pegunungan. Di situ abidah juga menemukan orang-orang yang naik kuda. Untuk mempertegas karangannya Abidah mengikuti seminar-seminar yang dilakukan oleh YKF selama hampir dua tahun, kemudian ia menulis selama sembilan bulan. Proyek penulisan Novel Berkalung Sorban dibiayai oleh YKF dan Ford Foundation, sebuah LSM yang bermarkas di New York. Ford Foundation mempunyai motto, “Working with Visionaries on the Frontlines of Social Change Worldwide.” YKF dan Ford Foundation telah sering bekerjasama dalam penerbitan buku atau novel, antara lain, “Pesantren Mengkritisi KB dan Aborsi”, ” Menghapus Perkawinan Anank, Menolak Ijhar”, “Menolak Mut’ah dan Sirri, Memberdayakan Perempuan”, “Menghapus Poligami, Mewujudkan Keadilan”, “HIV/AIDS: Pesentren Bilang Bukan Kutukan”, dan “Ketika Pesantren Membincang Jender.”
Awal-awal kuliah, Abidah aktif di HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) namun tidak tertarik masalah politik. Ketika itu, isu tentang feminisme yang ditulis dalam novel seperti Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Sadawi dibahas di mana-mana. Ia juga mulai tertarik untuk membahas persoalan perempuan. Dalam pandangan Abidah, perempuan di Indonesia masih termarginalkan. Kondisi perempuan sudah sangat parah. Ia sependapat bahwa harus dicari akar permasalahannya dan disuarakan sekeras-kerasnya. Artinya, harus ada revolusi pemikiran bahwa ini adalah sesuatu yang sangat mendesak. Selama ini soal perempuan memang sudah banyak ditulis, soal penderitaan mereka dan keterpinggiran mereka. Tetapi bagaimana solusi ke depan untuk menyikapi kondisi seperti ini belum ditulis. Itulah yang melatarbelakangi kenapa Abidah bersedia menulis Perempuan Berkalung Sorban. Ia ingin perempuan memiliki kemandirian, perempuan harus menguasai ilmu. Ilmu pengetahuanlah yang akan menjawab nasib perempuan. Derajat ditentukan dengan ilmu.
Novel Perempuan Berkalung Sorban untuk pertama kali diterbitkan oleh Ford Foundation. Selanjutanya terbitan ke-2 hingga ke-8 Arti Bumi Intaran.


Tinggalkan Balasan