LEGALISASI HUKUM ADAT MAKAM NYATUT
LEGALISASI HUKUM ADAT MAKAM NYATUT
“Konon, makam tersebut hanya boleh diziarahi pada hari Rabu, sehingga muncul julukan “Hari Rabu Teradat”. Karena hanya boleh dikunjungi hari rabu saja, maka pengunjung yang bersikukuh berziarah selain hari rabu akan terkena hukum adat yaitu dibunuh”
Rabu,(31/12/2014) kami mengunjungi makam Nyatut, makam yang dikeramatkan oleh warga Rembitan, Lombok Tengah. Makam yang berada di atas bukit di desa Rembitan tersebut ramai di kunjungi oleh masyarakat yang ingin berziarah sekaligus menyampaikan hajat kepada sang makam.
Konon, makam tersebut hanya boleh diziarahi pada hari Rabu, sehingga muncul julukan “Hari Rabu Teradat”. Karena hanya boleh dikunjungi hari rabu saja, maka pengunjung yang bersikukuh berziarah selain hari rabu akan terkena hukum adat yaitu dibunuh.
julukan “Hari Rabu Teradat”
pak Amaluddin (42) pemangku adat makam nyatot membenarkaan bahwa makam tersebut hanya boleh di ziarahi pada hari rabu saja, alasan makam tersebut hanya boleh dikunjungi hanya Rabu adalah wasiat dari wali Nyatot sebelum meninggal disebabkan beliau hanya ada di makamnya hari Rabu saja. Sehingga sebagian masyarakat menjulukinya hari Rabu teradat.
Sehingga pada hari Rabu, banyak masyarakat mengunjungi makam Nyatut,entah hanya berziarah saja, berkreasi bersama keluarga atau menyampaikan hajat kepada sang makam. Sebelum memasuki gerbang pertama, berjejer dagangan penduduk setempat yang menjual beraneka ragam jajanan dan dagangan bahkan tersedia kembang 7 rupa dan air mineral sebagai alat sesaje untuk makam.
Sejarah makam nyatut
Makam yang berusia 17 abad ini konon adalah seorang wali allah, menyiarkan agama islam di desa Rembitan yang pada mulanya menyerupai seorang anak kecil yang menggembalakan ternak, yang memiliki banyak keistimewaan. Salah satunya Nyatut sering membawakan buah kurma yang tidak tumbuh di ladang penduduk.
Masjid kuno yang berada tak jauh dari makam merupakan tempat tinggal sang wali dulu. Pak Amaluddin selaku pemangku adat boleh mengunjungi setiap hari makam Nyatut, namun beliau hanya datang pada hari Selasa untuk membersihkan makam sebelum dibuka pada esok harinya. Menjadi pemangku adat diperoleh dengan turun temurun dari keluarga pak Amiluddin terdahulu.
Legalisasi hukum adat
Karena terkenalnya makam Nyatut, banyak penziarah yang datang dari luar kabupaten Lombok Tengah bahkan dari luar daerah. Hal ini menyebabkan pengunjung datang selain hari Rabu.
Menurut pak Amaluddin setiap pengunjung yang datang akan di tanyai terlebih dahulu di gerbang desa, apakah mereka igin mengunjungi makam Nyatut atau urusan lain yang tidak berhubungan dengan makam. Jika mereka mengatakan ingin mengunjungi makam, maka warga melarangnya dan meminta mengunjungi hari Rabu saja. Jika mereka tetap bersikukuh ke makam,maka aparat desa bertindak tegas, hukum yang paling keras adalah dengan membunuh.
Kasus dibunuhnya pengunjung yang “ngotot” ke makam selain hari Rabu sudah sering terjadi dari puluhan tahun silam. Berbagai alasan kenekatan pengunjung berziarah seperti “alasan mereka adalah bahwa makam nabi Muhammad saja setiap hari boleh dikunjungi kenapa makam wali allah saja hanyaboleh hari rai rabu” cerita pak Amaluddin.
Lanjutnya, apa pun alasannya hal tersebut membuat “tegang” penduduk yang bertugas menjaga makam Nyatut. Selain menjaga wasiat sang Wali, pak Amaluddinjuga mengatakan, “misalkan saja kalian ingin mengunjungi rumah teman kalian, tapi teman kalian tidak ada di rumah, apakaha hal tersebut berguna ? tentu tak ada gunanya kalian menemui teman kalian di rumahnya jika ia tak ada di rumah, hal yang sama pun berlaku di sini (makam Nyatot)”. Sehingga para pemangku desa terpaksa menerapkan hukum adat yang berlaku jika perlu membunuh agar memberi efek jera bagi pengunjung lain.
Di daerah ini, di luar teritorial hukum Negara. Undang-undang tidak berlaku karena mereka memiliki hukum adat yang menjadi patokan ddan aturan turun-menurun yang dapat di maklumi. Namun, nyawa manusia tetaplah tak dapat dinilai sebelah mana.(NF)