lembar hitam 1

Lembaran Hitam…

Cerpen, Fiksi

 

Segelas soda tlah tertuangkan bersama secangkir vodka,,,

Kau hirup habis tak tersisa…

 

Beberapa bulan waktu yang tak sedikit bagi ku untuk bisa mengerti akan sebuah RASA yang kebanyakan orang menyebutnya CINTA. Dan inilah bagian kecil dari sebuah rasa, cinta, kehidupan, pengabdian hingga sebuah pengakhiran.

Beberapa waktu lalu ku lihat matanya memerah, tatapannya seperti srigala yang hendak memangsa. Tapi aku masih bisa mengenalinya.

Tubuh jangkungnya itu ia suntikkan dengan obat-obatan yang tak ku tau apa itu. Dia bilang padaku, itu hanya obat penenang biasa. Ya, aku memaksa diriku untuk percaya!

Pil-pil dengan berbagai warna sering ku lihat ia selipkan di bagian kecil tas nya. Tak lupa pula berupa seperti obat herbal pada plastik bening kecil, dengan sebatang rokok yang terlihat tak seperti biasanya. Tapi aku tidak ingin bertanya tentang hal itu kepadanya, karena ku tau terlalu banyak jawaban yang kan ia utarakan, untuk meyakinkan ku bahwa itu bukan lah barang-barang seperti yang ada dalam pikiran ku. Ku mencoba untuk tidak membahas itu!

Dan hari ini, aku melihatnya tanpa semua itu. Duduk di pojok kamar nya sambil menopang kedua kaki nya, terlihat seperti orang yang sangat kedinginan. Padahal matahari baru dalam setengah perjalanannya, yakni tepat di atas ubun-ubun kepala.

Tubuhnya semakin terlihat menggigil, sambil menggigit bibir ia goyang-goyang kan tubuhnya, masih dalam posisi awal ku melihatnya. Tatapannya pun mengiringi langkahku yang berjalan ke arah nya, namun hanya tatapan kosong!

Langkah ku terhenti, kaki ku gemetaran, rasa takut benar-benar menguasai pikiranku. Tapi rasa iba, terlebih lagi rasa sayang menguasai hatiku. Tentunya hatilah yang akan menggerakkan langkah ku untuk semakin mendekatinya.

Dia semakin menjadi-jadi, jarum suntik dan botol obat-obatan berserakan di lantai. Ia seperti vampir yang haus akan darah, hingga harus melukai diri sendiri untuk bisa mendapatkan hanya setetes saja.

Saat inilah aku benar-benar tidak mengenalinya, meskipun aku masih bisa merasakan bahwa dia kekasihku.

“Bertahanlah sayang, kau pasti bisa melewati semua ini”

Ucapku kepadanya sambil memegang kedua tangannya dan menatap pada kedalaman hatinya.

Hanya sesaat ia tenang dalam pelukanku, setelah itu setan-setan dalam tubuhnya kembali memberontak menuntut apa yang tlah menjadi kebutuhan mereka, terlebih lagi kebutuhannya juga.

Untuk pertama kali aku menangisi nya, aku benar-benar tidak tau harus berbuat apa. Kemana kan ku carikan obat-obatan itu?!

Aku memang ingin ia terlepas dari semua ini, tapi aku tidak ingin melihatnya tersiksa hingga terpaksa harus menyerah pada takdir kehidupan.

“Maafkan aku sayang, aku terpaksa menutupi semua ini darimu karena aku tidak ingin kau pergi meninggalkanku”

Itulah yang ia katakan padaku dengan suara yang terdengar terbata-bata.

Aku memang sedikit kecewa, karena aku harus mengetahuinya sekarang. Saat semuanya telah terlanjur menguasainya. Tapi saat ini rasa kecewa ku itu tak penting, yang lebih penting yakni bagaimana cara ku untuk membuatnya tenang dan kembali menjadi kekasihku seutuhnya.

Aku merindukannya, bukan seperti keadaannya saat ini. Melainkan dirinya yang selalu menyambut pagi ku dengan senyuman hangatnya di depan jendela kamarku. Ya, aku rindu itu sayang!

Aku akan selalu ada untukmu, dalam keadaan apapun dan bagaimanapun. Itulah janji yang dulu tlah kita ikrarkan bersama. Ya, aku akan selalu ingat itu!

Aku semakin tak kuasa membendung air mataku, aku bisa merasakan tubuhnya yang benar-benar butuh akan barang haram itu. Aku juga melihat besarnya keinginannya agar tidak memberontak, berusaha menahan rasa sakit untuk melawan reaksi negatif dari dalam darahnya yang telah terkontaminasi.

Aku mulai lega, saat melihatnya bisa menguasai dirinya dan sekarang lebih tenang dalam pelukan ku. Aku bisa berpikir sejenak, bahwa inilah jalan ku menuju ketulusan ku mencintainya.

“Maaf aku tidak bisa menepati janji ku yang kan selalu menemanimu, tapi yakinlah aku akan selalu mencintaimu”

Itulah kata-kata terakhir nya untukku, sebelum ia terlelap di pelukan ku dalam tidur panjangnya.

TUHAN AKU MENCINTAI NYA!

Teriakku.


Tinggalkan Balasan