MEMBANDINGKAN DUA PUISI KARYA GOENAWAN MOEHAMMAD ( PADA SEBUAH PANTAI: INTERLUDE) DAN PUISI RAKYAT KARYA (HARTOJO ANDANGDJAJA)

Non Fiksi, Opini

gfgfh

Dalam dua puisi ini ada beberapa perbedaan yakni tentang tema dari kedua puisi, dimana puisi pertama; pada sebuah pantai: interlude adalah puisi yang bertemakan tentang perenungan seseorang akan waktu dan kehidupan yang memiliki batasan-batasan dan di puisi kedua bertemakan tentang keberagaman keadaan suatu rakyat di Indonesia.
Dari segi tipografi penulisan pada puisi pertama memiliki tipografi maju dan mundur dengan beberapa enjambemen. seperti bait puisi pertama pada sebuah pantai; interlude:
semua ini hanya terjadi dalam sebuah sajak yang sentimental. yakni ketika pasang berakhir, dan aku menggerutu, ‘masih tersisa harum lehermu’, dan kau tak menyahutku.
dan hal ini juga dijumpai pada beberapa bait berikutnya:
di mana perasaan memiliki artinya sendiri,
di mana pengantara bekas dalam hati dan kalimat-
kalimat bisa berlarat-larat ( setelah semacam
affair singkat), dan kita menelan ludah sembari
berkata: “wah apa daya”.
Hal ini membuat tempo dalam membaca membutuhkan olah nafas yang maksimal karna seolah-olah ada perasaan yang teraduk-aduk ketika membaca puisi yang pertama.sedangkan puisi kedua: Rakyat karyat Hartojo Andangdjaja, secant ra tipografi normal atau biasanya, beberapa larik yang tergabung menjadi satu bait dan tanpa enjambemen. ketika membaca puisi kedua terasa mengalir lancar seperti puisi kebanyakan.
Dari sisi pilihan kata, puisi pertama dipenuhi dengan kata-kata konotatif maupun denotatif seperti dalam larik: yakni ketika pasang berakhir, dan aku menggerutu, ‘masih tersisa harum lehermu’, dan kau tak menyahutku. akan tempak seperti puisi percintaan tentang seseorang yang merindukan seseorang perempuan, namun ternyata memiliki makna yang lain yakni: ketika air telah surut maka akan bisa terlihat secara jelas perbedaan antara garis pantai dan laut yang surut. dan kebiasaan dari perempuan yang memakai parfum/minyak wangi yang khas dan biasanya disemprotkan dibelakang leher akan membuat suatu penanda tersendiri bagi seorang lelaki yang mungkin akan sukar ditemukan dan dilupakan pada wanita yang lain, karena tiap wanita biasanya memiliki minyak wangi/ parfum masing-masing.
dan pada puisi kedua menggunakan majas personifikasi seperti dalam larik:
rakyat ialah kita
jutaan tangan yang mengayun dalam kerja
di bumi di tanah tercinta
jutaan tangan mengayun bersama
membuka hutan ilalang jada lading-ladang berbunga
mengepulkan asap dari cerobong –cerobong di kota
……
dengan menyatakan seolah-olah tangan yang hidup, padahal maksudnya adalah banyak manusia yang memiliki beragam profesi seperti petani, nelayan maupun buruh dll yang menggerakkan roda perekonomian bangsa.


Tinggalkan Balasan