PARIWISATA PEMANDIAN SURANADI YANG MULAI DILUPAKAN

PARIWISATA PEMANDIAN SURANADI YANG MULAI DILUPAKAN

Asal Tulis, Berita

Bapak Abdul Hakim, Bima 11 Desember 1947. Mulai masuk ke Lombok tahun 1965 dan menetap 1975. Bekerja di Suranadi sebagai tata lingkungan Hotel Suranadi yang asetnya diurus oleh Pemda Provinsi pada waktu itu.

Setelah terbentuknya otonomi daerah pada tahun 1980, Hotel Suranadi ini kembali kembali menjadi aset Pemda Lombok Barat.

Namun, pada tahun 1987 aset hotel Suranadi ini kembali dialihkan atau pun diurus oleh PT Srewedaye untuk mengurusi tempat ini.

Kepengurusan dari PT Srewedaye sangat baik karena PT ini mengurus semuanya baik itu dari segi fasilitas, kebersihan, kenyamanan dan keamanan pengunjung.

Kepengurusan PT Srewedaye ini berkahir pada tahun 2012 yang kemudian diambil alih lagi oleh Pemda Lombok Barat.

Setelah berakhirnya kepengurusan PT Srewedaye pada tahun 2012, mulai terlihat tidak diurusnya kembali hotel ini atau yang sekarang menjadi aset pariwisata Lombok Barat.

Pemda Lombok Barat disini hanya bersifat mengawasi, mengambil pajak dan tidak mengurus secara signifikan.

Sehingga dari pihak hotellah yang mempunyai kesadran yang tinggi untuk mengurusnya. Tetapi pihak hotel Suranadi ini sendri hanya berfokus pada kolam saja semenjak dari tahun 2012 sampai sekarang.

Dari pihak karyawan pun mulai berkurang dari semestinya. Seharusnya pada prosedural hotel karyawan itu harusnya minimal 36 orang tidak boleh kurang.

Apabila mengalami kekurangan karyawan tentunya akan mengalami kewalahan dalam hal menangani hotel ini.

Sampai saat ini dari pihak Pemda Lombok Barat hanya mengecek dari segi keamanan dan penarikan pajak bangunan saja selebihnya tidak ada kelanjutannya.

Dari segi keamanan, menurut Bapak Abdul Hakim yang sekarang bertugas sebagai pengelola tiket masuk ke tempat pariwisata ini, berpendapat “Di tempat pariwisata ini tidak pernah sama sekali terjadi kasus-kasus kriminalitas, baik itu seperti kehilangan barang, kehilangan motor atau helm, barang-barang pengunjung yang tertinggal di tempat ini.

Semua ini dapat terjadi dengan baik karena adanya kerjasama dari semua pihak terutama dari pihak Pura yang mengkoordinir dari keamanan tempat parkir dan dari pihak pengelola pariwisata mengkoordinir dari tempat pariwisata secara interen.”

Dengan adanya rasa aman yang diberikan oleh pihak pengelola pariwisata, tentunya akan berdampak pada kenyaman pengunjung itu sendiri.

Dari kenyamanan pengunjung disini dari tahun ke tahun tidak pernah adanya keluhan pada keamanan. Akan tetapi keluhan tersebut paling banyak didapati ialah dari segi fasilitas dan kebersihan.

Dari segi fasilitas, hotel Suranadi atau biasa orang menyebutnya tempat pemandian Suranadi ini memiliki lahan yang cukup luas yakni sekitar 1,5 hektare. Luasnya tempat ini tidak didukung oleh fasilitas dan kualitas yang memadai.

Sebagian besar pengunjung sangat menyayangkan hal tersebut dapat terjadi, Wiwin misalnya salah seorang pengunjung mengatakan “Seharusnya tempat seperti ini apalagi ini tempat pariwisata, seharusnya diurus secara serius dengan memberikan pelayanan yang maksimal berupa fasilitas yang menunjang.”

Apabila dari segi fasilitas tidak mendukung tentunya dari segi-segi lain akan berpengaruh, terutama dari segi kebersihan.

 Dari segi kebersihan ini merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang keindahan dari tempat ini. Tetapi, dari tahun ke tahun semenjak tempat ini sudah mulai tidak diurus secara maksimal kebersihannya mulai tidak diperhatikan kembali.

Dari Pembda Lombok Barat sebagai pemilik sah tempat ini, tidak pernah menyentuh secara kreatif tempat ini padahal tempat ini merupakan aset Pemerintah Lombok Barat yang butuh untuk dikelola.

Kebersihan di tempat pariwisata ini terlihat kotornya di ruang ganti atau pun kamar mandinya. Sementara tempat pemandiannya hanya dibersihkan setiap seminggu sekali yaitu pada hari kamis untuk membersihkan jamur-jamur atau lumpur-lumpur yang melekat pada dinding kolam pemandian.

Tempat pembuangan sampah pun sulit untuk ditemukan, karena kurangnya tempat pembuangan sampah tersebut. Selain kurang, tempat pembuangan sampah itu sendiri sudah mulai rusak dan tidak terawat.

Menurut bapak Abdul Hakim, “Kita akui ini memang milik Pemda Lombok Barat semestinya dari pihak ini sadar karena ini merupakan aset pemerintah yang harusnya diawasi dan segera diperbaikai bukan hanya bertugas menarik uang perpajakan saja.”

Ucap Bapak pengelola tiket masuk pariwisata tersebut. Seharusnya tempat-tempat rekreasi seperti ini harus tetap dijaga, karena tempat ini selain sebagai tempat pariwisata, tempat ini juga memiliki nilai historis atau sejarah yang panjang.

Wajib Baca: Wisata Desa Sade Sebagai Bagian dari Pengembangan Ekonomi Daerah


Tinggalkan Balasan