Perbedaan Pendapat Ulama Tentang Perayaan Maulid Nabi
Opini tentang Maulid Nabi
Oleh: Lalu Muh. Sukandar
Maulid nabi atau sering kita kenal sebagai hari kelahiran nabi Muhammad S.A.W yang bertepatan dengan bulan Rabi’ul Awwal, Hijriah yang sering kita rayakan. Peringatan maulid nabi merupakan tradisi turun temurun dari zaman dahulu. Setiap daerah atau wilayah memiliki cara tersndiri dalam merayakannya, seperti halnya di daerah saya. Setiap perayaan maulid nabi di daerah saya setiap warga melakukan zikiran sekaligus membaca salawat nabi dan mengundang para kiyai atau ustaz untuk memberikan ceramah singkat. Tidak hanya itu, para warga membuat nasi kuning sebagai ciri khas saat perayaan maulid nabi. Biasanya saat masuk bulan Rabi’ul Awwal di daerah saya mengadakan perlombaan yang berkaitan dengan perayaan maulid nabi, seperti lomba membaca al-Qur’an, ceramah singkat, adzan dan sebagainya. Semuanya lebih di dominasi oleh anak-anak dan remaja. Tujuannya untuk meningkatkan minat generasi muda dalam menjaga dan melestarikan budaya yang sudah menjadi tradisi dari zaman dulu. Memang seharusnya dilakukan hal-hal yang seperti itu, untuk menjaga kebudayaan dan tradisi khususnya dalam memperingati maulid nabi. Seperti yang terdapat pada hadist yang menyuruh kita membuat hal yang baru yang baik sesuai dengan syari’at Islam.
Rasulullah S.A.W bersabda yang artinya: “Barang siapa yang memulai (merintis) dalam Islam sebuah perkara baik maka ia akan mendapatkan pahala dari perbuatan baiknya tersebut, dan ia juga mendapatkan pahala dari orang yang mengikutinya setelahnya, tanpa berkurang pahala mereka sedikitpun”. (HR. Muslim dalam kitab Shahihnya).
Namun ada beberapa ulama yang mengatakan bahwa maulid nabi itu bid’ah dan ada yang mengatakan boleh dilakukan. Alasan sebagian ulama mengatakan bahwa maulid nabi itu adalah bid’ah karena semasa Rasulullah dan para sahabat terdahulu tidak pernah merayakan yang namanya maulid nabi, itu merupakan alasan yang wajar.
Tapi kita berpegang pada hadist tersebut bahwa Rasulullah telah menganjurkan kita untuk membuat hal yang baru yang baik dan tidak keluar dari ajaran Islam. Dari hadist di atas, sudah tentu tidak bertentangan dengan syari’at Islam yang menyuruh umat manusia melakukan/ membuat hal yang baru yang sesuai dengan kaidah ajaran Islam. Jadi perayaan maulid nabi itu tidak keluar dari konteks ajaran Islam, justru menjadi hal yang positif bagi agama Islam. Merayakan maulid nabi merupakan salah satu cara umat Islam untuk menyatakan rasa syukur kepada nabi yang telah berjuang sampai mampu membawa umat dari kegelapan dunia. Membuat hal yang baru dan bersifat yang positif yang sesuai dengan ajaran Islam, maka perayaan maulid nabi ini diperbolehkan. Sebaliknya orang yang mengatakan bahwa perayaan maulid nabi itu bid’ah sesungguhnya ia telah mempersempit ajaran Islam, dan tidak berpegang pada firman-firman Allah yang ada dalam al-Qur’an, dimana di dalam al-Qur’an Allah telah memberikan kita kebebasan dalam membuat hal-hal yang baik yang sesuai dengan syari’at Islam.
Dalam hadist lain mengatakan bahwa waktu itu Rasulullah pernah ditanya oleh salah seorang sahabatnya, mengapa beliau berpuasa pada hari senin. Rasulullah menjawab:
“Hari itu adalah hari dimana aku dilahirkan”. (HR Muslim)
Dari hadist di atas dapat disimpulkan bahwa sebenarnya Rasulullah telah merayakan hari kelahirannya atau yang sering kita sebut dengan maulid nabi dengan cara tersendiri yaitu berpuasa pada hari kelahirannya. Rasulullah berpuasa pada setiap hari senin merupakan wujud rasa syukur beliau kepada Allah yang telah melahirkannya ke dunia ini. Karena beliau mengulang untuk berpuasa setiap hari senin maka maulid nabi juga diulang setiap tahunnya. Perayaan maulid nabi tidak hanya dilakukan pada hari senin saja tetapi sebulan penuh. Jadi, perayaan maulid nabi sebenarnya sudah dilakukan sendiri oleh Rasulullah dengan cara berpuasa pada hari kelahirannya, yaitu hari senin.