logo website tulismenulis.com header 2
Edit Content

Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Rakyat Indonesia Yang Cerdas Adalah Rakyat Yang “Bingung”

Rakyat Indonesia Yang Cerdas Adalah Rakyat Yang “Bingung”

Indonesia adalah negara besar yang penuh dinamika. Berbagai kejadian yang mewarnai perkembangan kedewasaan negara ini selalu terjadi. Banyak kasus yang selalu memunculkan tanggapan berbeda dari seluruh warga negara. Bahkan dunia. Mengikuti hukum kebiasaan yang sudah paten. Semua itu pasti berlalu. Entah berlalu dengan baik dan tuntas, terlupakan, atau tetap menjadi bara yang suatu saat mudah menyala saat dibutuhkan.

Segala peristiwa dengan nuansanya masing-masing biasanya terjadi secara alami, diciptakan, atau karena hal yang memang seharusnya terjadi karena sekitar 200 juta jiwa lebih rakyat Indonesia dengan pemerintahan yang ada, semua memiliki kepentingan. Meski harus jujur diakui bahwa banyak yang lebih menomorsatukan kepentingan pribadi ataupun golongan dibanding kepentingan negara. Padahal norma yang terbentuk dan telah menjadi pedoman adalah mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan. Tapi sayangnya slogan ini hanya sempat mampir di naruni dan jiwa para pendiri negara dan rakyatnya di masa lalu. Sekarang? sangat diragukan, bahkan sangat diyakini fakta nomor satu tadi.

Tentu saja hal itu tergiring dengan sendirinya, mengingat setelah kemerdekaan kita tercapai, rakyat akan kembali kepada kebutuhan dasarnya masing-masing. Yang mudah terlupa bahwa untuk kebutuhan dasarnya itu, yaitu kesejahteraan dan kedamaian, tidak bisa tercapai sempurna tanpa kebersamaan seluruh bangsa. Sehingga yang sekarang terjadi adalah banyak yang mencapai kesejahteraan “semu” karena disamping banyak yang belum mendapatkan pemenuhan kebutuhan bahkan kebutuhan dasarnya sekalipun, rakyat yang kaya dan sejahtera pun masih diliputi ketakutan akan kelanjutan kesejahteraannya.

Kembali ke peristiwa-peristiwa yang menjadi isu gonjang-ganjing kondisi bahtera besar bangsa Indonesia. Dengan segala nuansa dan perpaduannya. Baik isu, agama, politik, kesehatan, hukum, korupsi, pendidikan dan lain-lainnya. Meski lebih sering isu-isu itu tidak jauh dan bergeser pada nuansa politik dan tujuan pihak-pihak tertentu yang sengaja menggiringnya demi kepentingan politik yang ujung sudah jelas. Tujuan “KEKUASAAN”, entah mempertahankan ataupun mendapatkannya. Karena apa? ya itu tadi. Kebutuhan pribadi ataupun golongan lebih diutamakan, sehingga kekuasaan yang diharapkan adalah kekuasaan dalam arti harfiah untuk menguasai, memanfaatkan dan mengeruk keuntungan demi kebutuhan dasarnya lagi. Mundur semundur-mundurnya. Sejatinya jelas ditebak bahwa kekuasaan yang diinginkan itu adalah bukan untuk tujuan bersama memakmurkan dan mensejahterakan bangsa. Yang harus ditanamkan kembali, jika perlu dengan pencucian otak bahwa kekuasaan untuk memerintah adalah untuk kepentingan rakyat, sebagai pelaksana mandat untuk mengabdi dan menciptakan langkah-langkah yang dipersembahkan untuk seluruh bangsa dan negara.

Selaku pribadi-pribadi, individu-individu, yang menjadi anggota keluarga besar negeri ini, maka kita selaku rakyat haruslah mengambil sikap tegas dan cerdas. Kita ini bukan komoditas. Apalagi komoditas politik. Yang akan dengan mudahnya mengikuti arus yang seringkali sengaja diciptakan para ahli politik untuk menciptakan opini. Karena itu kita harus sadar bahwa titik lemah kita adalah dalam taraf kondisi bangsa yang masih merangkak seperti ini adalah secara jujur mengakui bahwa kita masih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan. Itu dimaklumi.

Kelemahan utama kita ini sudah pasti akan dimanfaatkan para pencari kekuasaan pada negeri penganut demokrasi ini. Dengan segala peristiwa yang terjadi, pasti akan hilir mudik opini, yang di konduktori oleh media, yang juga mempunyai kelemahan selaku individu layaknya rakyat yang tentu saja akan menimbang lebih dahulu apa keuntungan yang akan diambilnya. Kita sendiri pasti dalam menilai dan mengambil sikap terhadap isu-isu besar bangsa terlebih dahulu menimbang apa pengaruh peristiwa itu terhadap kepentingan pribadi dan golongan itu. Jika menguntungkan pasti mengambil sikap pro, jika mengkhawatirkan dan merugikan pasti akan mengambil sikap kontra. Jika tak bersinggungan secara langsung, lebih cenderung tak peduli dan masa bodo, tak acuh. Semua sikap itu tentu sering tak mempedulikan kebenaran yang mungkin dan nyata terjadi dan solusi yang tepat untuk peristiwa yang seringkali menjadi isu dan masalah, dengan nuansanya masing-masing.

Untuk itulah kita jangan merasa menjadi rakyat yang cerdas karena dengan cepat dan mudah mengambil sikap akan sebuah isu atau peristiwa dinegeri ini. Terutama sikap pro atau kontra dengan dilandasi kepentingan kita dan golongan kita masing-masing. Mungkin perlu diambil beberapa contoh untuk itu. Misalnya saja peristiwa tuduhan korupsi para anggota partai politik.Kita selalu sering mengambil sikap menuduh karena kita tidak suka pada parta politik itu ataupun juga kita membela mati-matian karena kita simpatisan parpol itu.Soal kebenarannya? bagaimana nanti saja. Contoh lagi isu agama, radikalisme ataupun terorisme. Sebagian akan bersikap menyalahkan dengan terlebih dahulu karena merasa diri dan golongannya terancam, ataupun membela karena khawatir pihak lain akan berpikiran lebih parah dan dalam akan peristiwa itu dan merugikan diri ataupun golongannya.Soal kebenaran dan solusinya. Gimana nanti saja, yang penting kepentingan pribadi dan golongan kita aman.Lalu kasus Gayus, Prita, Century, Calon presiden dan lain-lainnya. Banyak dan berjibun yang sering kita sikapi sesuai keinginan arah yang cocok dengan kepentingan kita.

Lalu bagaimanakah yang seharusnya dilakukan kita sebagai rakyat yang cerdas? Seperti penulis katakan, rakyat yang cerdas adalah rakyat yang terlebih dahulu “bingung” terhadap isu-isu berkategori besar di negeri ini. Tentu saja bingung tidak sekedar bingung dan mudah terombang ambing mengambil sikap mengikuti pendapat pihak lain yang dianggapnya lebih darinya. Bingung adalah perasaan dan sikap yang wajar yang menjadi bibit pikiran untuk menimbulkan pertanyaan sebenarnya apa yang terjadi, apa sebabnya, kemana arahnya dan tentu saja apa solusinya. Begitulah seharusnya bersikap. Meski pendapat dan opini kita lontarkan namun sebaiknya itu adalah ungkapan pendapat dengan pertimbangan logis dan tepat. Didasari usul pemecahan yang dapat diterima semua komponen dan kepentingan yang ada di bangsa ini. Lalu bagaimana jika selalu bingung? jika masih bingung dan bimbang lebih baik bersikap menunggu dan mengikuti dengan seksama. Yang jelas jangan mudah kita dijadikan komoditas oleh pihak-pihak lain. Apalagi komoditas politik yang sampai saat kita masih jauh dari bukti bahwa para pihak yang berpolitik itu mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Kapan hal itu terwujud kembali? entahlah..yang terbaik yang bisa kita lakukan adalah bekerja dan bekerja, mencari rejeki halal dan ingat jangan mau menjadi komoditas.Titik

Tinggalkan Balasan