RANJAU PERGAULAN BEBAS

Non Fiksi, Opini

RANJAU PERGAULAN BEBAS

RANJAU PERGAULAN BEBAS

Masa yang paling spesial adalah masa remaja. Rasa-rasanya pandangan ini tidaklah terlalu berlebihan, mengingat banyaknya remaja yang bela-belain muasin diri saat sudah beranjak remaja. Mulai dari keinginan yang wajar sampai yang “tidak-tIdak”. Begitulah sekelumit tentang dunia remaja yang riuh dengan segala hasrat.

Kecendrungan remaja tentu berbeda-beda, namun masih banyak yang hanya “ikut-ikutan”. Melihat kenyataan ini, ternyata kerisihan dirasakan begitu dalam oleh orang tua, masyarakat, dan orang-orang di sekitarnya dengan aktivitas yang terlalu membabi buta. Pergaualan remaja kian hari kian parah, tanpa ada obat penyembuh yang benar-benar ampuh untuk mengobati kelumpuhan ini. Masih bergemul dengan pandanganku terhadap dunia remaja. Mengapa harus remaja? Apa salah remaja? Selalu remaja jadi sasaran singgungan tanpa ada pertimabangan tentang pilihan remaja.

Menjawab pertanyaan di atas, saya memiliki pandangan sendiri sebagai bagian dari remaja. Kebanyakan remaja kurang mengindahkan dunia remaja yang seharusnya penuh dengan butiran intan permata yang tak ternilai harganya. Salah remaja apa? Tidak ada yang salah, selama remaja-remaja ini bisa mengontrol diri dengan baik.

Dunia remaja tak lekang oleh aktivitas yang dinamai dengan “pacaran”. Pacaran… salah satu trend yang ridak boleh dilewatkan pada masa remaja, sesuatu yang dianggap harus. nggak pacaran nggak gaul, nggak pacaran rugi, nggak pacaran nyesel, nggak pacaran nggak laku, nggak pacaran aib, dan sederet pernyataan semisal untuk membenarkan aktivitas pacaran. Harusnya menikah adalah satu-satunya ikatan sakral dalam hubungan lawan jenis, namun justru hal demikian sudah berbalik menjadi masa coba-coba ala dunia yang membebasakan pemenuhan diri dengan cara-cara yang bebas pula, tanpa kontrol. Dukungan pacaran dari orang tuapun kian merapat, bahkan para orang tua gelisah melihat anak gadisnya yang nggak suka main di luar atau nggak pernah berkencan dengan kekasihnya. Lingkungan luar remaja juga semakin mempertontonkan betapa indahnya masa remaja jika diisi dengan pacaran, hingga menjadikan para remaja enggan meninggalkan dunia keindahan itu. Tawaran-demi tawaran datang dari berbagai penjuru, mempermanis masa-masa indah yang sia-sia jika terlewatkan tanpa kenangan manis. Namun sungguh disayangkan, kesenangan itu tidak berbuah kenangan manis justru sebaliknya remaja hanya menjadikan masa indah itu sebagai pintu penderitaan. Penderitaan yang dirasakan tidak hanya ketika pada akhirnya ia harus menaggung malu atas aib yang melekat pada dirinya. Penderitaan yang juga sangat mungkin dirasakan adalah ketika mereka berkeluarga. Karena merasa pernikahan sebagai jalan keluar supaya tidak menanggung aib malu hamil di luar nikah, maka segala cara dilakukan meskipun harus mengorbankan pendidikan, memanipulasi data diri sehingga KUA melegalkan pernikahan tersebut.

Sebagaimana hasil penelusuran targetabloid.co.id Kamis siang (4/9/2014) di wilayah Pantura Indramayu banyak warga Pantura Indramayu yang usianya masih dibawah umur namun sudah menikah dan memiliki anak.Salah satunya adalah Tini Kartini (15) warga Sukra Indramayu telah memiliki satu orang anak berusia 10 bulan. Menurut Tini, “di daerah ini tidak hanya saya sendiri gadis dibawah umur yang telah menikah dan memiliki anak,” ujarnya Kamis siang(4/9/2014).Sementara itu menanggapi banyaknya gadis Indramayu yang menikah dibawah umur, Ketua Pengadilan Agama Indramayu Anis Fuad mengatakan, “Memang pernikahan anak dibawah umur di Indramayu sangat tinggi, umumnya mereka yang menikah dibawah umur masih usia SMP,”

Menurut Anis dari tahun ke tahun kasus penikahan anak dibawah umur jumlahnya mencapai ratusan bahkan kalau dikisarkan bisa berjumlah atara 300-500 anak, “Kalau kita berkaca kepada undang-undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 syarat menikah untuk perempuan minimal berusia 16 tahun, sedangkan laki-laki minimal 19 tahun, jadi bila ada anak yang menikah di bawah usia yang tercantum dalam UU Perkawinan, itu sebenarnya dilarang dan bisa dijerat hukum pidana.” katanya Kamis siang (4/9/2014).”Kita sebanarnya dari pihak KUA sangat menolak untuk menikahkan anak dibawah umur, namun dengan berbagai alasan dan pertimbangan serta permintaan para orang tua, ya terpaksa kami membimbing orang tua pengantin perempuan untuk menikahkan anaknya, perlu diingat yang menikahkan pengantin dibawah umur bukan pihak KUA melainkan orang tua mempelai wanita sendiri, kita hanya menyaksikan dan membimbing cara dan ucapannya saja,” pungkasnya. (Red/AYN)

Menurut data Plan Indonesia, sekitar 150 juta anak perempuan di bawah usia 18 tahun di berbagai belahan dunia pernah mengalami kekerasan termasuk pemerkosaan atau kejahatan seksual lainnya. Fakta yang lebih menyedihkan, sekitar 44 persen pelaku pernikahan dini mengalami kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).Sehingga wajar jika pemerintah mengeluarkan kebijakan baru untuk menanggulangi maraknya kekerasan dalam tumah tangga yang diamati sebagai pengaruh dari usia anak muda yang sudah melabuhkan diri ke pelaminan.

Batas usia yang diizinkan dalam suatu perkawinan menurut UU ini diatur dalam pasal 7 ayat (1) yaitu, jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun, dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam belas) tahun. Jika ada penyimpangan terhadap pasal 7 ayat (1) ini, dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun pihak wanita (pasal 7 ayat 2).

Apakah benar solusi tersebut bisa membawa kepada perubahan?

Saat Umar bin Khattab menjadi khalifah, dia mengirimkan mata-mata untuk mengontrol orang-orang yang memegang amanah dan jabatan. Selain itu, Amirul Mukminin mengirimkan surat tentang iman, surga, dan neraka. Ini bentuk penjagaan fisik dan iman sekaligus.Terkait dengan masalah-masalah yang terjadi saat ini: kasus video porno pada siswa, perbuatan  mesum dan zina yang merebak, dan sejenisnya, maka menikah dini adalah solusi dalam Islam.Harun Ar Rasyid lahir tahun 150 Hijriah dan  menikah di tahun 165 Hijriah. Hal itu menunjukkan Khalifah Harun Ar Rasyid menikah di usia 15 tahun. Kemudian usia 20 tahun diamanahi menjadi khalifah. Ini prestasi besar.

“Mengapa kita serba terlambat? Karena tidak disiapkan! Semakin ke sini, urusan menikah semakin sulit. Sementara faktor pemicu keinginan untuk menyalurkan hasrat hidup dengan pasangan semakin gencar dikampanyekan. Sejatinya, pembatasan usia nikah pada remaja tanpa menghilangkan factor-faktor pemicunya, hanya akan menjerumuskan remaja pada aktivitas gaul bebas. Seoalah-olah “zina itu dilegalkan dan pernikahan itu diharamkan”.

Terkait banyaknya kegagalan dalam pernikahan dini, menjadikan pernikahan dini sebagai momok menakutkan sehingga harus di atur, itu bukanlah solusi. Masalah akan selalu ada, tidak hanya di pernikahan dini. Pernikahan di usia lanjut, bahkan pernikahan Rasul dan para sahabat pun pernah mendapat ujian. “Iman, ilmu, dan persiapan yang akan menjadi solusi”. Untuk mengembalikan kondisi itu, tidak akan bisa dalam naungan sistem demokrasi yang penuh dengan ide-ide kebebasan yang menjadi biang kerusakan, khususnya yang menimpa remaja. Hal ini hanya bisa dilaksanakan dalam Negara yang menerepkan syari’at islam secara totalitas dalam naungan khilafah.

 

 


Tinggalkan Balasan