RELASI NILAI BUDAYA DAN PENDIDIKAN AGAMA DI BAWAH ATAP MASJID KUNO SONGAK
RELASI NILAI BUDAYA DAN PENDIDIKAN AGAMA DI BAWAH ATAP MASJID KUNO SONGAK
Masjid kuno Songak memiliki dwi fungsi bagi masyarakat Songak, Kec. Sakra, LOTIM. yaitu sebagai sentral kebudayaan dan pendidikan agama masyarakat Songak. Eksisitensi masjid kuno Songak sebagai wadah pelestarian budaya dan pendidikan agama bisa dibuktikan dari input dan outputnya. Pertama, input yang dimaksud ialah setiap tahun ajaran baru masyarakat Songak menyerahkan anakanak mereka untuk belajar agama disana. Ke-dua, output yang dimaksud adalah para pemuda dan tokoh yang sudah belajar agama di masjid kuno Songak menjadi pendidik di berbagai Musholla.
Sangatlah jelas bahwa islam bukanlah agama yang hadir membawa kekososngan, melainkan hadir membawa sebuah ajaran, islam hadir sebagai solusi, bersama hal itu islam hadir bersama ilmu pengetahuan dan kerangka berfikir bagi ummat yang mampu mengubah pola tingkah laku dengan perbuatan positif.
Komaruddin Hidayat mengungkapkan bahwa formulasi dan artikulasi ajaran agama islam selalu mempertimbangkan pada siapa, dan masyarakat apa ajaran hendak disampaikan. Seperti halnya pada masyarakat desa Songak yang mempunyai ethno (budaya) yang sangat kental, maka ajaran islam akan menyesuaikan ajaran dengan budaya yang ada, seperti itulah konsep rahmatan lil-alamin. Sebagai msyarakat yang memluk agama islam sebagai kepercayaannya, masyarakat desa Songak mampu meselaraskan antara relasi agama dan budaya yang merek punya. Oleh karena itu, oleh Komaruddin Hidayat menyebutnya dengan ethno religion.
Ethno religion merupakan gabugan antara nilai-nilai agama dengan nilai budaya yang dijadikan sebagai aturan-aturan atau nilai-nilai dalam social masyarakat (cultural velue) desa Songak. Demikianlah yang diperankan masjid kuno Songak dalam dua nilai tersebut yang berjalan bersamaan dan saling melengkapi. Dalam nilai agama yang mendasar, masjid kuno Songak membentuk masyarakat yang berarakter tawasshut (netral). Tawasshut merupakan pola fikir atau karakter masyarakat yang mampu menyelesaikan sebuah masalah dengan sudut pandang tawazzun (seimbang) antara nilai agama dan budaya yang ada.