Relevansi Isu Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa dengan Konflik Antar Etnis
Sekarang ini, para elit politik dan segenap komponen masyarakat yang berasal atau berdiam di Pulau Sumbawa sedang hangat menyongsong pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS). Semua ramai-ramai mendesak pemerintah provinsi untuk segera menyetujui pembentukan provinisi baru yang akan memisahkan diri dari pulau Lombok. Menurut saya wacana pembentukan PPS ini tak lain dan tak bukan karena konflik etnis yang telah berlangsung lama. Hal ini sangat mungkin karena perasaan ”teranak-tirikan” penduduk Pulau Sumbawa dalam Pemerintahan NTB. Konflik ini sangat jelas tampak, mulai dari tingkat bawah sampai para elit juga ikut terbawa. Dalam hal ini saya akan menjabarkan Relevansi Isu Pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa dengan Konflik Antar Etnis.
Pertama, tawuran antara mahasiswa Fakultas Pertanian UNRAM yang didominasi mahasiswa Bima, Dompu dan Sumbawa dengan Mahasiswa Fakultas Teknik UNRAM yang didominasi oleh Mahasiswa Lombok dan Bali. Bentrokan ini berujung dengan pemboikotan transportasi Bima – Mataram dan sebaliknya. Mataram mencekam selama 2 hari. (Kilas, 29/5). Hal ini juga berbuntut pada mutasi besar-besaran terhadap pejabat Etnis Mbojo dalam Pemerintahan Provinsi. Sebab lain dari kekecewaan itu adalah ketimpangan pembangunan Lombok-Sumbawa. Kita tahu bagaimana kondisi jalan dari sumbawa sampai bima seperti apa parahnya. Kedua, Isu konflik etnis antara pengendara motor berpelat EA (etnis mbojo dan samawa) dengan penduduk kelurahan sekarbela yang terjadi beberapa tahun lalu. Isu ini sempat membuat Kota Mataram mencekam selama beberapa hari. Padahal isu yang dihembuskan ini sama sekali tak terbukti. Tampaknya isu konflik etnis sangat populer dan praktis dipakai di NTB yang sangat rentan konflik SARA ini.
Sebagai generasi yang lahir di Provisi NTB, Khususnya di pulau Sumbawa, saya menilai adanya keinginan masyarakat untuk mendirikan provinsi sendiri merupakan suatu kewajaran, demi terciptannya efektifitas, efisiensi birokrasi, kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, dan daya dukung SDM dan SDA. Namun momentum yang baik ini jangan sampai menimbulkan konflik etnis antar kita, masyarakat SASAMBO (Sasak-Samawa-Mbojo) yang dari masing-masing leluhur kita telah menanamkan ”Pentingnya Kerukunan dalam Perbedaan”. Jangan sampai antar kita etnis SASAMBO menjadi manusia yang gelap mata, dengan memanfaatkan segala cara demi terwujudnya kepentingan masing-masing. Jangan sampai kita, terutama dijadikan ”Kambing Gembala” oleh pengembala Kambing demi kepentingannya, karena tidak menutup kemungkinan suatu saat akan terjadi perebutan kekuasaan yang mejadikan rakyat sebagai tumbal-tumbal pemekaran. Oleh karena selaku ”Mahasiswa”, sosok yang terpelajar, kita harus kertis menilai segala sesesuatu dengan melihat dari sudut ilmiah, jangan menjadi ”kuda-kuda tunggangan” yang ditunggangi oleh Penunggang Rakus.