Resensi Budaya, Remaja, dan Pemerintahan Kontemporer dalam Indahnya Metapora Cerita Ahmad Tohari

Buku, Non Fiksi, Resensi

 

Resensiunduhan
Budaya, Remaja, dan Pemerintahan Kontemporer dalam Indahnya Metapora Cerita Ahmad Tohari
Oleh : Ismail Marzuki
Tak ada yang lebih lihai dalam menggambarkan budayanya selain Ahmad Tohari. Tampilan-tampilan kecil setiap budaya diolah secara detail, dengan retorikanya kita seolah dibawa dalam dunia pedesaan 1960-an. Lengkap dengan perbandingan dua sisi zaman yang berbeda.
Dalam bukunya ini, Ahmad Tohari menghadirkan seorang pemuda sederhana sebagai insan pembawa perubahan. Karakter dan sifat yang dihadirkannya layak dijadikan panutan dan impian semua orang. Menarik sekali jika ditelaah lebih dalam, dan bisa menjadi inspirasi banyak orang.
Buku ini dibumbui juga dengan permasalahn politik antara ideologi seorang pemuda bernama Pambudi dengan Lurah Desa Tanggir. Pambudi memandang bahwa kejujuran, keikhlasan, dan membantu sesama, merupakan fitrah alami manusia sedangkan Lurah Desa Tanggir memandang, bahwa Uang, Jabatan, dan perempuan merupakan kebahagiaan yang diidamkan semua orang. Saat itu, pambudi sering bertengkar dengan jiwanya karena cara memimpin Lurah itu yang tidak disukainya. Persis sekali dengan gambaran pemerintah Indoseia saat ini. Penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan Lurah itu, merupakan bentuk sindiran kecil Ahmad Tohari terhadap pemerintah.
Nilai-nilai kemanusiaan yang dihadirkan dalam buku ini juga menimbulkan rasa iba pada pembaca. Ditambah dengan aroma cinta Pambudi pada seorang bunga desa bernama Sanis. Gadis paling cantik di desa itu. Tapi pambudi merasa kurang klop jika gadis itu harus dinikahinya, karena ia baru kelas dua SMP atau berumur 15 tahun. Maka ia rela menunggu sampai gadis itu dianggapnya sudah matang untuk dinikahinya. Namun sesungguhnya pambudi terlambat sadar, kalau ternyata kecantikan Sanis menjadi daya tarik luar biasa bagi para lelaki yang ada di desanya. Termasuk Lurahnya sendiri.
Ditengah-tengah permasalahan yang dihadapinya, datang pula seorang perempuan anggun, mempesona dan memikat yang telah jatuh hati padanya. Tapi keyakinannya berbeda dengan Pambudi. walau begitu, perempuan itu tetap tertarik pada pemuda desa Tanggir itu, karena ia intelek dan selalu dapat membuat gadis itu nyaman disisinya. Namun ibu sang gadis, terlalu culas dan cerewet, dan tidak menyetujui anaknya dengan pambudi. Tapi hati gadis itu tetap kukuh dan kuat. Lalu bagaimanakah Pambudi memposisikan dirinya, mampukah ia membawa perubahan terhadap desanya, lalu bagaimana dengan nasib si Sanis. Novel ini sangat layak untuk dibaca. Kaya akan nilai kemanusiaan, menggelitik, menjadikan kita lebih memahami arti kehidupan, dan jumlah halamnnya akan membuat anda menuntut penulis untuk melanjutkan ceritanya.