RESENSI NOVEL KHUTBAH DI ATAS BUKIT KARYA KUNTOWIJOYO
Judul buku: khotbah di Atas Bukit
Penulis: Kuntowijoyo
Penerbit: Bentang
Tebal:173 halaman
Sinopisi cerita:
Barman adalah seorang laki-laki tua yang sejak muda hidupnya selalu berpindah tempat tinggal, ia hidup bersama anaknya yaitu Boby, sedangkan istrinya meninggal dunia sejak Bobi masih kecil. Setelah istrinya meninggal dunia, Barman sering hidup bersama pelacur untuk bersenang-senang. Kehidupannya pun sangat mewah dan serba kecukupan. Sehingga baginya wanita adalah dunia yang sangat mengasyikan. Setelah pensiun sebagai Diplomat di Paris, Barman kembali ke tanah air. Ia membuka usaha bidang percetakan namun lama-lama usaha tersebut membuatnya bosan dan jenuh. Hingga Bobi menyarankan agar Barman mau pergi ke bukit bersama Popi wanita yang telah dipilih oleh Bobi. Kehidupan Barman dan Popi sangat bahagia, karena Popi selalu setia mendampingi Barman. Ia membuat Barman bangga. Tetapi Barman justru merasa gelisah karena ia selalu gagal dalam menikmati malam bersama Popi, terutama setelah ia bertemu dengan Human.
Barman dan Human sangat akrab hingga mereka menjalin persahabatan antara dua laki-laki yang mempunyai postur tubuh yang sama. Tetapi Barman merasa bingung setelah mendapatkan pelajaran dari Human yang mengatakan bahwa milikmu adalah belenggumu. Setelah lama ia berpikir, Barman pun merasa bersalah karena meninggalkan Popi. Tak lama kemudian Human meninggal. Setelah kematian Human, Barman menjalankan ajaran Human secara misterius. Setelah kematian Human, Barman memperoleh warisan yang berupa rumah yang ditempati Human dulu. Ia merasa cukup bahagia hidup atau tinggal di tempat itu. Pada saat ia merasakan kebahagiaan itu tiba-tiba ingin berbagi kebahagiaan dengan orang-orang pasar, ia selalu berkata, “Berbahagialah engkau”. Setelah esok harinya pasar gempar. Hal itu disebabkan oleh orang-orang yang menceritakan bahwa mereka menyimpulkan bahwa mereka itu tidak mimpi atau ia meresa kalau peristiwa itu benar-benar ada atau nyata.
Mendengar kabar yang membahagiakan itu, mereka berdondong-bondong mengunjungi rumah Barman untuk meminta kebahagiaan. Tetapi orang-orang sampai di Bukit, Barman justru merasa bingung harus berbicara apa dengan orang-orang itu. Akhirnya ia mampu mengucapkan khutbahnya dengan berkata bahwa “Hidup ini tidak berharga untuk dilanjutkan, bunuh dirumu”. Mendengar pernyataan dari Barman tersebut membuat semua orang ricuh sebagai konsekuensi dari khutbahnya, Barman pun bunuh diri tanpa sepengetahuan orang-orang disekitarnya. Dengan cara terjun ke jurang ia mengakhiri hidup dan masa depannya.
Setelah Barman meninggal dunia, peristiwa itu disusul dengan kematian Pak Jaga. Namun ia tidak dapat ditemukan. Hal inilah yang membuat seluruh orang pasar menjadi gempar, mereka berbondong-bondong mencari keberadaan mayat Pak Jaga, namun sayangnya mereka tetap tidak mampu menemukan mayat Pak Jaga. Suasana pasar benar-benar ricuh, apalagi tukang sapu itu, ia hanya bisa merenung. Pada akhirnya Popi pun meninggakan rumah itu. Ia menemui sopir truk dan ia segera melepaskan hasratnya yang selama ini ia pendam pada orang yang disayanginya.
Tema : tentang pencarian ketenangan hidup yang hakiki mengenai kebebasan yang dianggap telah dibelenggu oleh pikiran, ingatan dan cita-cita.
Alur : menggunakan alur campuran, maju mundur.
Penokohan:
Barman: penyayang, tidak konsisten, haus akan kasih wanita, keras kepala
Popi: perhatian, penyayang, setia, penurut, pintar, rajin
Bobi (anak barman): penyayang, pengertian, perhatian, patuh
Dosi( menantu barman): baik, perhatian,
Humam(sahabat barman): pemalas, baik hati,penghasut
Latar Tempat: di bukit, di rumah bobi, rumah humam, di pasar
Waktu: pagi hari, siang, sore, malam hari,
Suasana: penuh kebahagiaan, sedih, penuh rasa keheranan.
Sudut pandang : menggunakan sudut pandang dari pengarang .
Kelebihan: novel ini bisa menyadrakan kita bagaimana seharusnya kita mengambil keputusan dan bagaimana kita menjalani hidup tanpa terpengaruh oleh orang lain.
Kekurangan: novel ini menggunakan bahasa yang sedikit sulit untuk dipahami, karenannya kita harus membacanya lebih dari satu kali agar kita bisa mengerti bahasa yang digunakan pengaranag dalam novel ini.