SAHABAT, KEKASIH, DAN PEMAHAMAN

Cerpen, Fiksi

SAHABAT, KEKASIH, DAN PEMAHAMAN

Bagaimana kita akan bersikap ketika seseorang yang menjadi kekasih impian kita menjadi kekasih sahabat kita sendiri?. Apa kita akan bertindak untuk tegas terhadapnya untuk menentukan pilihan atau membiarkannya saja, tanpa perlu menegaskan hal itu, dengan alasan bahwa kita percaya bahwa kita akan memilikinya suatu hari. Tentu itu bukan sesuatu yang mudah untuk kita lakukan, sebab hati kita akan merasa sangat tersakiti dengan kita terus membiarkan hal tersebut. Mungkin kita bisa menahan emosi, bisa bersabar, akan tetapi, tentu emosi dan sabar mempunyai batas juang masing-masing, dan kita tidak pernah tahu kapan itu akan menyembur keluar.

Bunga, dia adalah seorang gadis yang kuat, tegar, terlihat dari postur, penampilan, dan gaya ia berjalan, selain itu ia juga salah satu anggota perguruan silat, gadis yang mandiri, cerdas, dan dia tetap adalah seorang gadis yang hatinya tak sekuat fisik dan mentalnya.

Aku mengenalnya pertama kali saat kami tak sengaja bertemu. Aku tersenyum kepadanya dan ia membalas tersenyum kepadaku. Apa itu sebuah pertanda?, apa kita bisa mempercayai bahwa tidak ada sebuah pertemuan tak sengaja, karena semua telah diatur?, apa kita bisa berpegang dengan hal tersebut?. Pada hipotesis pertama, aku memang berfikir seperti itu. Kami mulai sering bertemu, tanpa pernah ada janji sebelumnya, entah mengapa, dan aku pun tak mengerti tentang hal itu. Hipotesa yang timbul pertama ketika seorang pria bertemu dengan seorang gadis adalah rasa ketertarikan, jelas itu menjadi hal yang lumrah, karena memang kami dua makhluk berbeda jenis yang dikaruniai rasa ketertarikan satu sama lain. Seiring dengan pertemuan-pertemuan kami, kami mulai mengenal satu sama lain. Pertanyaan-pertanyaan yang terlontar mulai sedikit lebih privasi, jajak informasi untuk lebih mengenal satu sama lain. Dan itu tak berlangsung lama, entah mengapa, aku pun tak tahu.

Kami mulai jarang bertemu, dan entah, aku pun tak terlalu memikirkan mengapa kami jadi jarang bertemu. Aku hanya berfikir se-logis dan se-sehat mungkin. Mencoba menjauhkan pikiran negatif tentang itu. Aku hanya mencoba percaya bahwa jika memang kami ditakdirkan untuk bersama, tentu kami akan bertemu kembali dan aku tak akan menunda untuk menyatakan kepadanya bahwa aku ingin bersamanya. Takdir memang telah ditentukan, akan tetapi sebelum kita menghadapi takdir tersebut banyak jalan berliku yang harus kita lalui terlebih dahulu, dan itulah yang ku hadapi.

Kau pernah mendengar istilah, pagar makan tanaman. Musuh dalam selimut. Udang dibalik batu. Dan banyak lagi istilah serupa dengan maksud yang sama. Aku mungkin tak pernah berfikir bahwa aku akan menghadapi hal tersebut, tidak pernah sama sekali. Saat aku bertemu kembali dengannya dan dia bersama dengan seseorang yang ku kenal, sangat kenal, dan itu membuat hatiku seperti tertusuk seratus jarum, kecil tapi sangat menyakitkan. Aku berusaha untuk tidak berfikir negatif dengan mencari tahu apakah hubungan mereka berdua. Aku hanya merasa tak habis pikir, aku merasa dan memang itu terjadi bahwa sebuah pertemuan dan komunikasi tidak pernah menjamin bahwa dua orang manusia merasa tertarik satu sama lain. Aku mencari informasi dengan dengan rasa takut yang menggerogoti, otakku tak bisa selalu berfikir logis, berfikir bahwa semua itu hanya perasaanku saja, dan kenyataannya adalah mereka telah menjadi sepasang kekasih. Degup jantungku menjadi lesu, seperti malas memompa darah untuk mengaliri seluruh tubuhku, dan aku merasa ada yang benar-benar merasa sakit dalam diriku.

Seminggu setelah kejadian itu aku dan hatiku mulai bersahabat kembali, mencoba sedikit memperbaiki pengertian yang sering kali disalah tafsirkan oleh sebuah hati. Akan sulit untuk membentuk pengertian baru oleh sebuah hati, karena itu aku menutup rapat hatiku untuk tidak terlalu berperan penting terhadap sebuah pertemuan dan pengertian. Aku akan menggunakan otakku untuk membuat sebuah hipotesa dengan pemahaman dan pertimbangan, karena otak lebih memberikan pilihan terhadap sesuatu yang masih belum jelas.

Aku mulai berfikir picik dengan tujuan memberikan ia pengertian dan sedikit pengetahuan bahwa tidak hanya ia yang bisa berbuat seperti itu, walaupun aku memang sudah kalah karena ia telah terlebih dahulu memberikan pengalaman menyedihkan itu. Aku mulai membiasakan diri menyapa ia dengan pemahaman yang berbeda, bahwa tak ada lagi rasa yang meletup dan kaku ketika aku menyapanya seperti dulu. Dia masih terlihat sama ketika kami bertemu pertama kali. Dia masih seorang gadis yang kuat, dan aku masih terpesona terhadapnya. Kami mulai sering bertemu kembali, akan tetapi dengan suasana yang berbeda, yakni bahwa dia sekarang adalah kekasih dari sahabatku sendiri. Pertemuan kami menjadi lebih intens dengan tema yang berbeda, dia memberdayakan diriku sebagai informan untuknya tentang kekasihnya yang merupakan sahabatku itu, sungguh ide dan pemanfaatan yang sangat luar biasa dari gadis tersebut, tapi aku tak pernah merasa keberatan dengan hal itu terlebih seiring dengan lebih seringnya kami bertemu, aku mulai terbiasa dengan sikapnya. Dan dia memang seperti tak pernah merasa bersalah terhadapku.

Aku akan memberikannya sedikit tambahan pelajaran tentang bagaimana rasa sakit itu ada, dengan begitu mungkin dia akan memikirkan hal itu. Aku memintanya mengenalkanku dengan salah seorang sahabatnya yang bernama Asih. Satu sisi aku memang tertarik dengan Asih, satu sisi yang lebih luasnya karena Asih adalah sahabatnya. Dia mengabulkan permintaanku dan mulai berbicara kepada Asih bahwa aku ingin mengenalnya. Asih merespon dengan baik, terlebih itu karena permintaan dari Bunga.

Aku dan Asih mulai mengenal satu sama lain, kami seperti saling tertarik satu sama lain dan itu mempermudah misiku. Tiga hari aku mengenal Asih, aku menyatakan perasaanku padanya, aku tak banyak berfikir dan itu memang terlalu cepat untuk dua orang yang baru saling mengenal satu sama lain. Aku tidak terlalu yakin dengan keputusan singkatku dengan menyatakan perasaanku terhadap Asih. Takdir memang telah ditentukan, akan tetapi sebelum kita akan menghadapinya, akan ada banyak hal yang akan kita alami terlebih dahulu. Asih menerima cintaku, dan kami pun menjadi sepasang kekasih.

Kabar itu telah sampai di telinga Bunga, dan ia terkejut karena baru beberapa hari ia mengenalkanku dengan Asih, dan lebih terkejutnya lagi, ia merasa ada yang salah dengan semua ini. Ia tidak pernah berfikir hatinya akan terusik dengan berita itu. Ia merasa ada yang sedikit tergores di hatinya. Ia tidak pernah menggali bahwa ada yang memang telah tersimpan didalam hatinya. Pernyataan itu tidak pernah salah, bahwa tidak ada sebuah pertemuan yang tak sengaja, semua pertemuan telah diatur walaupun kita mencoba menafsirkannya dengan berbagai macam pengertian dan pemahaman yang berbeda, yang jelas tidak ada sebuah pertemuan yang tak sengaja. Dan dia merasakan rasa sakit yang ia tanamkan kepadaku.


Tinggalkan Balasan