Senja

Asal Tulis, Fiksi, Religi & Spiritual

senja

DIUJUNG USIA

Seperti sebuah titah yang memang harus dipatuhi semua makhluk-NYA. Dalam sebuah perjanjian kita telah mempersetujui dengan segala risiko. Ya itulah hidup. Jika aku tak lahir di dunia ini maka tak ada penjanjian yang telah ku sepakati dengan NYA. Aku berani menantang semua goresan yang sampai sekarang aku tak pernah tahu isi setiap goresan dalam penjanjian yang ku ikat erat pada-NYA… ya bukankah kita telah sepakat atas apa yang kita alami selama ini? Susah, senang, tawa, tangis, haru, gembira, sakit, terluka, dan segala hal yang pernah dilalui atau yang detik ini sedang kita nikmati. Kadang rasa tak puas dan kecewa menghantui atas suratan tangan itu, mengapa harus menyetujui hal-hal yang membuat menangis dan terluka?.

Saat ini menginjak usiaku,yang kata orang-orang menyebutnya dengan usia emas, 20 tahun, perjalanan ini telah ku lalui dengan setiap langkah dan tindakan yang telah terpatri dalam perjanjian itu. Saat lembaran-lembaran itu ku buka kembali seakan menghadirkan klise-klise lama yang masih sangat jernih tak usang oleh debu zaman. Ku hadirkan kembali dalam setiap tayangan yang membuat hatiku tak ingin menghapus bagian ini dari goresan perjanjian takdir dahulu. Dia masih segar dalam riak memori, tak terganti dan tak termakan ganasnya peradaban. Sosok yang begitu menawan dengan ilmu dan khazanah pemikiran yang luas. Sosok yang tidak mampu mengeringkan bendungan airmata disetiap malam-malam dalam kesunyian. Sosok yang selalu terbayang saat fajar ingin segera mengganti pekatnya malam. Sosok yang begitu indah budi pekerti dan lembut lisannya. Sosok yang mengajarkan arti kehidupan yang sebenarnya. Sosok yang membuat imanku semakin kuat padaNYA. Ya itulah dia, teman, sahabat, saudara, dan cinta. Dia mampu menjadi teman ketika tak ada yang menemani, dia mampu menjadi sahabat menasehati dikala khilaf dan salah menghampiri, dia mampu menjadi saudara yang memahami beban saudara dan memikulnya bersama, dan aku menginginkan dia seperti menginginkan sebuah cinta pada seorang yang mencintaiNYA.

Tak ada masa yang akan abadi, tak ada gading yang tak retak, dan tak ada hidup yang sempurna. Masa-masa terasa sangat singkat saat sudah dilewati, tak terasa dan akhirnya menjadi sebuah kenangan. Ikhlas menjadikannya kenangan yang indah akan membuat diri menjadi pribadi yang positif, menjadikannya kenangan buruk dan mampu belajar darinya juga hal yang positif. Tergantung dari sudut pandang mana memaknainya.

Aku mengenalnya ketika saat itu masih berada di bangku sekolah dasar kelas 4 SD. Begitu lekat dalam ingatan bentuk senyum lengkung di pipi tirus itu. Kulit hitam manis, mata sipit, rambut lurus, dengan sedikit polesan minyak rambut yang membuatnya terlihat rapi. Saat pertama datang ke sekolah ku, karena siswa pindahan dari sekolah lain, dia sedikit berbicara dan selalu tersenyum, berkenalan dengan teman-teman namun masih canggung untuk bermain bersama. Penampilannya yang terlihat lebih kota membuatnya nampak berbeda dari yang lain. Hari-hari berlalu, satu minggu, dua minggu, satu bulan, dan semua terasa begitu mengasyikkan. Dia sosok yang cerdas dan luwes dalam bergaul, belajar bersama, hingga sampai akhirnya kami lulus SD dan melanjutkan ke jenjang selanjutnya. Kami harus terpisah, karena dia harus kembali ke daerah asal bersama mamanya karena sebuah perseteruan rumah tangga yang memisahkan kedua orang tuanya. Kami berjanji akan saling menghubungi, satu bulan, dua bulan, satu tahun, dua tahun, komunikasi kami berlangsung bertukar pengalan saat masuk SMP, menceritakan teman-teman baru, dan begitu banyak cerita yang kami bagi walau hanya sekedar lewat tulisan lewat surat awalnya, kemudian lewat handphon , sampai akhirnya dua tahun yang lalu tak ada kabar dan jejaknya, surat-surat tetap kutulis dan pesan-pesan terkirim dan telpon tak pernah aktif hingga aku bosan, mungkinkah dia sudah lupa? atau memang tak ingin mengingat dan membalas lagi?. Waktu berlalu terasa begitu cepat, namun aku masih saja tak mampu melupakan kenangan itu, bahkan dia semakin segar di poles rasa rindu yang terpendam. Saat Ujian Nasional SMA berakhir tepatnya bulan Mei 2012, tiba-tiba ada sebuah kabar dari ujung pulau sana. Bahwa dia sudah kembali pada pelukan Sang Ilahi Robby dalam keadaan yang begitu memilukan, Dia selama ini mengidap sesak nafas dan tak pernah ku tahu. Meninggal karena latihan fisik terlalu keras saat mengikuti tes masuk perguruang tinggi. Ada sesak di dada yang begitu menyakitkan dari rasa penyesalan. Kenapa Allah tidak menakdirkanku bertemu walau hanya diujung usianya? Setelah penantianku yang begitu lama. Delapan tahun memendam rasa saat kanak-kanak dan akan ku bawa rasa ini dalam setiap langkah. Semoga kau bahagia disana.

“ Tiap-tiap yang berjiwa pasti akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya), dan hanya kepada Kami lah kamu akan dikembalikan. ” QS. Al-Anbiya` (21), Ayat 35.

Biodata Narasi

Aku Maelani, sekarang masih menempuh semester 4 di Universitas Mataram. Lahir pada tahun 1994 bulan Februari tanggal 12, aku tinggal di pulau kecil yang sering di juluki dengan pulau seribu masjid (LOMBOK) yaitu di Desa Bagik Polak Barat, Dusun Jogot Selatan, RT.01, kec. Labuapi kab. Lombok Barat NTB.


Tinggalkan Balasan