SIAPKAH INDONESIA MENGHADAPI AFTA ?
Ahir-ahir ini Indonesia semakin buming akan AFTA atau kawasan perdagangan bebas ASEAN semakin hari Indonesia membenah diri demi menyambut MEA atau yang di sebut masyarakat ekonomi asean.
Lalu apa itu AFTA ?
AFTA atau Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN (ASEAN Free Trade Area) adalah perjanjian yang dibuat oleh Persatuan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) untuk pengeluaran tempatan semua negara-negara yang terlibat.
Ketika perjanjian AFTA ditandatangani secara rasmi, ASEAN memiliki enam buah negara anggota iaitu, Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand. Vietnam bergabung pada 1995, Laos dan Myanmar pada 1997 dan Kemboja (Kampuchea) pada 1999. AFTA sekarang terdiri dari sepuluh buah negara ASEAN. Keempat-empat buah negara-negara anggota baru tersebut diwajibkan menandatangani perjanjian AFTA untuk menyertai ASEAN. Namun begitu, kelonggaran waktu telah diberi untuk memenuhi kewajiban pengurangan tarif AFTA. – Wikipedia
Melalui AFTA timbulah persaingan dalam pengadaan barang dan jasa. Barang-barang dari luar negeri harganya lebih murah karena tidak dikenai tarif bea-cukai lagi. Apalagi dengan kualitas barang yang di tawarkan,cenderung lebih baik dari barang-barang dalam negeri. Begitu pula yang terjadi dalam persaingan pengadaan jasa, seperti jasa pendidikan misalnya, paradigma masyarakat menganggap bahwa pendidikan di luar negri lebih baiik daripada pendidikan dalam negri. Hal ini tidak bisa disalahkan juga mengingat sistem pendidikan dinegara ASEAN lain seperti Malaysia dan Singapura yang bisa dikatakan lebih baik dari Indonesia.
Sistem pendidikan dan pelayanan di Malaysia lebih pada penekanan kepada masyarakat secara individu. Berbeda dengan Indonesia yang lebih ke massal. Di Singapura, sejak jenjang sekolah dasar, siswa diarahkan untuk menggali potensi yang ada dalam dirinya, karena tenaga pengajar disana sadar bahwa ssetiap siswa memiliki minat dan bakat masing-masing. Melalui minat dan bakat siswa, ini artinya siswa selalu dituntut untuk berinovasi sesuai dengan kemampuannya dan ketertarikannya pada bidang tertentu. Dengan begitu peserta didik tentu akan merasa terus termotivasi untuk memberikan sesuatu yang terbaik.
Sebelum memasuki bangku kuliah di universitas tertentu, calon mahasiswa di Singapura harus menyelesaikan level tertentu. Level pertama pra kuliah biasanya disebut dengan GCE A-level(untuk tingkat seni, ilmu pengetahuan, dan perniagaan) atau GCE’0′ level. Pada tahap ini biasanya siswa diperbolehkan mendaftar untuk mengikuti beberapa program akademi selama 2 tahun. Jika sudah menyelesaikan level satu ini, anda baru bisa memasuki bangku universitas yang biasanya bisa anda selesaikan dalam kurun waktu 3 – 5 tahun. Ketika memasuki perkuliahan, kurikulumnya terdiri dari mata kuliah wajib yaitu mother tongue dan general paper. Jika sudah menyelesaikan level tersebut anda baru bisa memasuki universitas sesuai dengan jurusan yang anda kehendaki, termasuk salah satunya tentang bahasa dan sastra. Dapat disimpulkan bahwa setiap mahasiswa disana kompetitif karena selalu berusaha untuk memberikan inovasi sesuai dengan kemampuan dan jurusannya diperkuliahan. Berbeda dengan sistem pendidikan di Indonesia yang sistem pendidikannya tidak mengacu pada minat dan bakat peserta didik.
Lalu apa masalah-masalah dari sistem pendidikan di Indonesia ?
Masalah yang kerap kali di hadapi indonesia dalam dunia pendidikan adalah Kurangnya pemerataan penunjang kegiatan pembelajaran seperti buku, dosen, kurikulum yang setiap lima tahun sekali di perbaharui sedangkan para tenaga pengajar baru memahami kurikilum sebelumnya, peralatan-peralatan lainnya dalam pendidikan yang membuat SDM Indonesia tertinggal dari Negara-negara asia lainnya. Selain itu semua Muhaimin mengakui saat ini masih ada kelemahan pada sistem pendidikan di tanah air yaitu belum adanya “link and match” kompetensi keluaran pendidikan dan pelatihan (diklat) dengan dunia kerja yang disebabkan oleh sistem diklat yang ada belum secara optimal bersinergi dengan pasar kerja, pesatnya perkembangan teknologi dan kompleksitas dunia modern yang menuntut ketrampilan spesifik dalam bekerja. Seharusnya semua aspek tersebut saling bersinergi yaitu dengan dunia pendidikan berperan dalam memberikan pengetahuan dan dunia pelatihan mengembangkan kompetensi individu yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja. Muhaimin meminta agar mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi memiliki bekal berupa “hard skills” seperti ilmu pengetahuan dan teknologi serta “soft skills” seperti kemampuan berkomunikasi baik lisan, tulisan, maupun gambar, kemampuan bekerja secara mandiri dan di dalam tim, kemampuan berlogika dan kemampuan menganalisis yang memadai. Saat ini, tingkat pengangguran di Indonesia mencapai 5,92 persen atau 7,17 juta orang dari jumlah angkatan kerja di Indonesia yang mencapai 121,2 juta orang (Badan Pusat Statistik, Februari 2013). Dari jumlah tersebut, sebanyak 360 ribu orang atau 5 persen pengangguran merupakan sarjana atau lulusan universitas (Sumbar:2013).
Dan bagaimana cara mahasiswa untuk menghadapi AFTA ?
Seperti yang di katakana mahasiswa adalah agen perubahan dan agen pengontrol dan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Mahasiswa ialah orang yang belajar di perguruan tinggi. disebut sebagai Mahasiswa bukan lagi sebagai siswa yang masih duduk di bangku sekolah menengah atas maupun sekolah menengah pertama secara langsung mahasiswa dianggap orang yang paling tinggi tingkatannya dibandingkan dengan siswa – siswa yang lain. Tidak berhenti sampai disitu, saat ini sering kita saksikan di layar kaca mengenai aksi – aksi mahasiswa yang saling beradu pendapat untuk memberikan argumen mereka terhadap segala hal yang terjadi di kehidupan nyata terutama yang menyangkut bangsa Indonesia atau segala hal yang berhubungan dengan kemajuan peradaban manusia yang semakin berkembang dari waktu ke waktu. Hal ini tentu saja tidak dapat dipandang sebelah mata mengingat mengapa mahasiswa yang ditunjuk sebagai pelaku adu argumen. Bukan hanya semata – semata untuk mengukur seberapa luas wawasan mahasiswa sebagai seorang mahasiswa namun secara tidak langsung tayangan debat antar mahasiswa dapat digunakan sebagai acuan atau sebagai referensi bagi pemerintah ketika akan memutuskan suatu hal. Argumen – argumen mahasiswa bukan hanya dari hasil pemikiran yang tanpa dasar yang jelas namun melainkan pendapat – pendapat tersebut terlahir akibat dari adanya sumber – sumber informasi yang menyebabkan perubahan pola pikir pada mahasiswa. Memang pada dasarnya tugas seorang mahasiswa adalah belajar dan mengerjakan tugas dai dosen, akan tetapi disisi lain mahasiswa juga turut berperan dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai mahasiswa akan melanjutkan roda kepemerintahan Indonesia sudah seharusnya mata dan pikiran mahasiswa terbuka terhadap informasi-informasi yang sedang bergulir di kanca dunia selain di tuntut memiliki pengetahuan yang luas mahasiswa juga harus berpikir kritis terhadap peluang-peluang yang dapat menguntungkan bangsa Indonesia dalam persaingan bebas komunitas ASEAN mendatang.
Pada hakekatnya dalam persaingan tersebut tentu saja Negara kuat yang dapat menguasai pangsa pasar dan mendapatkan keuntungan lebih terhadap kegiatan ini dibandingkan dengan Negara lemah.
Untuk mengetahui peluang-peluang yang ada, mahasiswa yang nota-bene yang unggul dalam kemampuan akademik juga harus meningkatkan kemampuan linguistiknya dengan baik. Selain meningkatkan bahasa kemampuan asing seperti bahasa Inggris dan bahasa Mandarin ,mahasiswa juga harus memulai mempelajari bahasa persatuan Asia Tenggara yaitu bahasa Melayu hal ini patut dilakukan karena bahasa Melayu juga merupakan bahasa pemersatu Negara-negara di Asia Tenggara sejak dulu. Beberapa Negara yang masih mengunakan bahasa melayu adalah Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam, Thailan dan Timor leste. Berdasarkan kesepakan komunitas ASEAN 2015, akan ada dua bahasa utama yang akan digunakan, yaitu bahasa Inggris dan bahasa Melayu. Dari sejarahnya bahasa Indonesia juga mengakar pada bahasa melayu sehingga mahasiswa Indonesia tidak begitu kesulitan dalam mempelajarinya.Mereka dapat mempelajari melalui masyarakat dari daerah tertentu di Indonesia yang masih menggunakan bahasa melayu sebagai bahasa daerah, contohnya Bangka Blitung.
Pentingnya mempelajari bahasa Melayu di sebabkan masyarakat di Negara-negara ASEAN masih banyak yang kurang fasih berbahasa inggris ataupun Mandarin. Oleh karena itu bahasa Melayu menjadi artenatif yang sekiranya masih dapat dimengerti oleh masyarakat di Negara-negara ASEAN.bahasa merupakan suatu unsure yangsangat penting bagi suatu kegiatan ini semua di maksudkan agar semua tujuan dari kegiatan tersebut dapat tersampaikan secara jelas kepada semua anggota. Selain hal-hal tersebut mahasiswa juga dituntut lebih aktif dalam menghadiri seminar-seminarASEAN dan juga mengikuti komunitas mahasiswa ASEAN. Demi mengembangkan pola pikir serta pengetahuan tentang apa saja yang akan dihadapi dalam kegiatan besar ASEAN.
Hal yang tidak kalah penting bagi mahasiswa dalam menghadapi komunitas ASEAN 2015 adalah mencintai dan menanamkan jiwa untuk membangun Indonesia yang lebih baik, bukan bekerja di negri orang untuk mendapatkan upah lebih besar Indonesia harus dapat berdiri dengan kaki sendiri dan sukses tidaknya Indonesia berada di tangan generasi mudanya.