TURUNNYA HARGA BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) TIDAK DIIMBANGI DENGAN TURUNYA HARGA KEBUTUHAN POKOK, ANAK KOS PUN IKUT GIGIT JARI
Bila melihat dari pengalaman kenaikan bahan bakar, tidak ada ceritanya harga bahan pokok tidk ikut naik juga, apalagi mendengar kabar, bahwa harga bahan bakar diturunkan dan kemudian akan mengikuti harga pasar. Bilamana dalam setahun terjadi kenaikan harga minyak dunia sebanyak sepuluh kali, tentu harga BBM di Indonesia akan naik sepuluh kali. Saat kenaikan pasti diawali oleh pengumuman yang membuat para produsen barang dan jasa berjaga-jaga dengan harga baru. Siapa yang akan merasakan kenaikan BBM? Apakah mereka yang menggunakan BBM saja? Tidak, semua lapisan masyarakat akan merasakan dampak kenaikan harga BBM, karena kenaikan akan memicu kenaikan di sektor lain yang jadi penopang kehidupan sehari-hari masyarakat di Indoneisa.
Bukan persoalan kenaikan BBM nya, tapi persoalan yang luput dan sekedar gaya-gayaan adalah tidak pernah ada regulasi penetapan harga. Harga apapun dilepas tergantung permintaan pasar, sehingga sulit bagi rakyat kecil untuk hidup bila saja terjadi kenaikan minyak dunia sepuluh kali nantinya. Pengumuman diakhir tahun 2014 bukan hal baik, karena pengumuman diikuti oleh harga BBM Indonesia akan mengikuti harga pasar. Bisa dibayangkan, bila terjadi naik turun harga minyak dunia. Tentu harga akan naik dan naik terus dan tidak pernah mau turun dalam sebulan dua bulan bilamana harga BBM Dunia turun.
Di kutip dari undang-undang tentang kekayaan Negara UUD 1945. Pasal 33 Ayat (2) dan Ayat (3) menyatakan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak serta kekayaan bumi, air, udara, dan yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tuntutan masyrakat terhadap pemerintahan yang baru sekarang ini adalah “tolong buat regulasi yang jelas pada harga barang dan jasa”, bukan cuma membuat regulasi harga BBM. Lapisan masyarakat menengah kebawah sangat terkena dampaknya, bila kemudian harga BBM naik turun seperti lift. Dan kepada petinggi Negara yang diatas sana, masyarakat memilih menginginkan “hidup lebih baik” dan tentu cari sendiri. Optimisme timbul di pemerintahan baru, tapi kemudian hilang ketika melihat kenyataan. Bila harga mengikuti pasar dunia, apakah masih sejalan dengan UUD 1945? Karena kita tahu, bila pengelolaan minyak sebagian besar adalah oleh pihak asing.
Melihat kesimpang siuran harga bahan-bahan poko yang terjadi, seharusnya pemeritah memberikan ketentuan yang jelas dalam memejemen harga kebutuhan bahan-bahan pokok. Sebab ketika pemerintah siap menaikan harg BBM berarti harus siap memantau dan mematok harga bahan-bahan pokok yang lain, karena sudah merupakan hal yang wajar terjadi ketika harga BBM naik maka harga akan kebutuhan pokok juga akan ikut naik.
Nah sekarang masalah berikutnya adalah masyarakat di bingungkan dengan turunnya harga BBM yang tidak diimbangi dengan ikut menurunya harga sembako, yang terlebih lagi adalah anak kos yang langsung merasakan dampak dari naiknya harga BBM, anak kos yang hidup dari kiriman orang tua termasuk penulis sangat merasakan dampak dari kenaikan harga BBM ini, bagaimana tidak harga mie instan misalnya dari yang biasanya Rp 2000 menjadi Rp 2500, telur ayam yang biasanya Rp 1200 menjadi Rp 1500, ayam yang biasanya Rp 2500 menjadi Rp 3000 begitupun dengan harga tahu, tempe, kankung, tomat, cabai, bawang dan lain-lain. Ketika ditanyakan kepada pedagangnya mereka hanya bisa menjawab ini harga dipasar, tidak ada penurunan dek, mangkanya kita juga nggak berani turunnin harga, takut rugi, lagian juga turunya harga BBM Cuma Rp 900 nggak terlalu berpengaruh. Ketika mendapatkan jawaban seperti itu apa yang bisa dilakukan oleh anak kos ? tidak ada selain “gigit jari”.